Dari Abu Hurairah - radhiyallahu 'anhu - bahwa seorang lelaki berkata kepada Nabi Muhammad - shallallahu 'alaihi wa sallam
- : “Berikanlah wasiat (pesan) kepadaku.” Rasulullah saw bersabda:
"Jangan marah." Lelaki tersebut mengulangi pertanyaannya dan Rasulullah
bersabda : "Jangan marah." (HR Bukhari)
Takhrij hadits
Hadits ini diriwayatkan oleh Bukhari dalam kitab shahihnya pada kitab Al-Adab bab Al-Hadzar min al-Ghadhab, hadits nomor 6184
Kedudukan hadits
Hadits yang sangat pendek ini merupakan satu dari keistimewaan Rasulullah saw di mana beliau memiliki jawami' al-kalim atau kalimat yang pendek, namun padat makna dan nilai.
Hadits ini menjelaskan satu kunci dari
kesehatan jiwa yang akan berdampak bagi kesehatan sisi-sisi lainnya,
sebab marah merupakan kunci dari segala macam keburukan. Maka jika
manusia mampu menghindari marah, maka ia akan terhindar dari segala
pintu keburukan
Dampak negatif marah
Oleh para pakar, marah didefinisikan
sebagai: gejolak jiwa yang mendorong seseorang untuk memukul dan
membalas dendam (lihat Al-Wafi Syarh Arba'in An-Nawawi). Marah membawa
banyak dampak negatif, baik dalam tataran personal, sosial, badan, jiwa
dan pikiran.
Mahwa marah
adalah simpul segala keburukan dan menjauhinya adalah simpul segala
kebajikan (lihat Akhlaq al-Muslim wa Adabuhu, hal. 54).
Secara personal, seseorang yang marah
akan kehilangan ketepatan dalam berbicara dan bertindak, logika menjadi
tumpul dan bahkan mandul. Pelakunya cenderung memaki, mengumpat,
menghina, mengucapkan kosakata kotor dan tidak beradab, menimbulkan
banyak sesal kemudian, posisi dan kedudukannya di mata orang lain
menjadi jatuh dan lain sebagainya.
Seorang ahli adab melukiskan: Seseorang
yang sedang marah berarti jiwa kebinatangan dan kebuasannya sedang
aktif, seluruh urat dan ototnya menegang, darahnya "mendidih".
Karenanya, ia berkeinginan untuk menggigit, mencakar, mencekik,
menginjak atau menendang, sehingga hampir tidak berbeda antara dia
dengan harimau atau singa.
Di antara dampak negatif marah secara
sosial adalah tumbuhnya sifat benci di dalam hati, menyimpan keburukan
di dalam jiwa dan bahkan berakibat kepada menyakiti dan menjauhi sesama
kaum muslimin. Selanjutnya tumbuhnya sikap permusuhan, terputusnya
silaturrahim dan tercerai berainya tatanan kehidupan dan hubungan sosial.
Sedangkan dampak negatif marah terhadap
fisik, jiwa dan pikiran cukuplah kita mengingat bahwa seorang hakim
tidak boleh diperbolehkan memutuskan suatu perkara dalam keadaan marah.
Beginilah Islam menetapkan prinsip ini.
Mengingat betapa marah memiliki dampak
yang sangat luas dan mendalam, baik di dunia maupun akhirat, maka, saat
ada seorang sahabat meminta resep Islam secara singkat, beliau saw
"hanya" bersabda: "Jangan marah".
Pandangan Islam terhadap marah
1. Marah adalah bara api yang ada di dada manusia. Rasulullah saw bersabda: “Ingatlah
bahwa marah adalah bara api di dalam hati anak manusia, tidakkah kalian
melihat kedua matanya yang memerah dan pelipisnya yang mengembang?” (HR Ahmad dan At-Tirmidzi, no. 2191)
2. Allah swt menyanjung orang-orang
beriman atas sifat-sifatnya yang mulia, di antaranya: karena mereka
menahan gejolak amarahnya (QS Ali Imran: 134). Dan Rasulullah bersabda: Orang
kuat bukanlah yang ahli dalam bergulat (membanting), akan tetapi, orang
kuat adalah yang mampu mengekang dirinya saat marah. (muttafaqun 'alaih)
3. Allah swt mencintai sifat ar-rifqu yaitu sifat yang lembut, sayang, penuh perhitungan dan tidak mudah marah. Rasulullah saw bersabda: Dan Allah swt adalah Dzat yang rafiq dan mencintai sifat ar-rifqu dalam segala urusan. (muttafaqun 'alaih)
Terapi Islam terhadap marah
Agama Islam - melalui Al-Quran dan
Al-Hadits - telah mengajarkan berbagai cara untuk menjalankan terapi dan
mengobati marah, di antaranya adalah:
1. Menghindari pemicu dan penyebab marah.
Hidari sifat-sifat yang gampang menyulut
kemarahan seperti sifat takabbur, membanggakan diri, menghina dan
meremehkan orang lain, banyak bercanda, berdebat, campur tangan dalam
urusan orang lain, iseng dan semacamnya.
2. Berlindung kepada Allah dari syetan (QS Al-A'raf : 200).
Diceritakan bahwa ada dua orang saling
memaki dan Rasululah saw ada di dekat keduanya, salah seorang dari
keduanya mulai memerah kedua matanya serta mengembang otot-otot mukanya,
maka Rasulullah bersabda: "Aku mengetahui satu kalimat, sekiranya orang
itu mengucapkannya niscaya akan hilanglah ekspresinya itu, kalimat itu
adalah a'udzu billah min al-syaithan al-rajim. (HR Abu Dawud, no. 4781)
3. Diam dan tidak berkata-kata.
Rasulullah saw bersabda: Jika salah seorang di antara kamu marah, diamlah. (HR Ahmad)
4. Bertahan pada posisi awal (duduk tetap duduk).
Rasulullah saw bersabda: Ingatlah
bahwa marah adalah bara api di dalam hati anak manusia. Tidakkah kalian
melihat kedua matanya yang memerah dan pelipisnya yang mengembang? Maka
siapapun yang merasakan demikian, hendaklah menempelkan dirinya dengan
tanah. (HR Ahmad dan At-Tirmidzi, no. 2191)
Maksudnya, tetaplah pada posisi semula. Duduk tetap duduk dan jangan berdiri atau pindah tempat
5. Dzikir kepada Allah.
Dengan dzikir kepada Allah akan mendatangkan ketenangan (QS Ar-Ra'd : 28)
6. Merubah posisi ke yang lebih rendah.
Rasulullah saw bersabda: Jika salah
seorang di antara kamu marah dalam keadaan berdiri, maka duduklah. Jika
marahnya hilang, cukuplah. Bila belum hilang, berbaringlah. (HR Abu Dawud, no. 4782)
7. Berwudhu
Rasulullah bersabda: Sesungguhnya marah itu dari syetan dan syetan itu dicipta dari api, maka, jika salah seorang di antara kamu marah, berwudhulah. (HR Abu Daud, no. 4784)
8. Menahan nafsu marah dengan cara tidak menindaklanjuti keinginan marah, sesuai dengan QS Ali Imran: 134.
Rasulullah saw bersabda: Tidak ada
"regukan" yang lebih aku cintai yang melebihi "regukan" marah yang
ditahan oleh seorang hamba. Tidak ada seorang hamba yang mampu
menahannya kecuali Allah swt akan memenuhi jiwanya dengan keimanan. (HR
Ahmad).
Dalam hadits lain: Siapa yang
menahan marahnya padahal ia mampu melaksanakannya, maka Allah swt akan
memanggilnya di depan khalayak pada hari kiamat sehingga Dia
mempersilakannya untuk memilih bidadari sesukanya. (HR At-Tirmidzi, no. 2493)
9. Melatih diri untuk bersifat pemaaf dan sabar dalam rangka mencontoh dan meneladani Rasulullah saw.
10. Melatih diri untuk menahan dan mengendalikan nafsu marah.
Rasulullah saw bersabda: Orang kuat
bukanlah yang ahli dalam bergulat (membanting), akan tetapi, orang kuat
adalah yang mampu mengekang dirinya saat marah. (muttafaqun 'alaih)
Semoga dengan mempelajari hadits yang
singkat namun padat ini kita mendapatkan taufik, bimbingan serta
kekuatan dari Allah swt untuk mampu mentarbiyah jiwa kita agar tidak
mudah marah serta mampu mengendalikannya. Amiin
Artikel ini bermanfaat berbagi dengan sahabat Anda
Tidak ada komentar:
Posting Komentar