Jumat, 13 Januari 2023

BUDIDAYA TERNAK SAPI



PENDAHULUAN



Budidaya ternak sapi saat ini sudah mengalami pergeseran orientasi  searah dengan perkembangan teknologi dibidang pertanian pada umumnya dan dibidang peternakan pada khususnya, beternak sapi diperdesaan dahulu untuk memenuhi

Kebutuhan tenaga kerja dalam mengolah lahan namun dengan berkembangnya mekanisasi pertanian tenaga ternak tidak dibtuhkan lagi karena kurang efekti dan efisien, hal tersebut yang menyebabkan orientasi beternak sapi bukan lagi ke penyediaan tenaga kerja tetapi beralih beternak sapi kereman atau icukan (istilah jawa) yang dibarengi dengan peningkatan teknologi dalam budidayanya baik dalam perkandangan, pemilihan bibit, pemberian pakan dan dalam penanganan hama

dan penyakit.

Adapun permasalahan yang dihadapi perternak sapi diperdesaan saat ini adalah rendahnya pendapatan yang diterima peternak, hal ini disebabkan dua faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal bersumber dari diri perternak sendiri misalnya pengetahuan, sikap dan keterampilan dalam budidaya, sedangkan faktor eksternal bersumber dari luar diri perternak, misalnya Penentuan harga, permodalan dan deregulasi yang tidak berpihak pada peternak.


PERKANDANGAN

Kandang dapat dibuat dalam bentuk ganda atau tunggal, tergantung dari jumlah sapi yang dimiliki. Pada kandang tipe tunggal, penempatan sapi dilakukan pada satu baris atau satu jajaran, sementara kandang yang bertipe ganda penempatannya dilakukan pada dua jajaran yang saling berhadapan atau saling bertolak belakang. Diantara kedua jajaran tersebut biasanya dibuat jalur untuk jalan.

Pembuatan kandang untuk tujuan penggemukan (kereman) biasanya berbentuk tunggal apabila kapasitas ternak yang dipelihara hanya sedikit. Namun, apabila kegiatan penggemukan sapi ditujukan untuk komersial, ukuran kandang harus lebih luas dan lebih besar sehingga dapat menampung jumlah sapi yang lebih banyak.

Lantai kandang harus diusahakan tetap bersih guna mencegah timbulnya berbagai penyakit. Lantai terbuat dari tanah padat atau semen, dan mudah dibersihkan dari kotoran sapi. Lantai tanah dialasi dengan jerami kering sebagai alas kandang yang hangat.

Seluruh bagian kandang dan peralatan yang pernah dipakai harus disuci hamakan terlebih dahulu dengan desinfektan, seperti creolin, lysol, dan bahanbahan lainnya.

Ukuran kandang yang dibuat untuk seekor sapi jantan dewasa adalah 1,5x2 m atau 2,5x2 m, sedangkan untuk sapi betina dewasa adalah 1,8x2 m dan untuk anak sapi cukup 1,5x1 m per ekor, dengan tinggi atas + 2-2,5 m dari tanah. Temperatur di sekitar kandang 25-40 derajat C (rata-rata 33 derajat C) dan kelembaban 75%. Lokasi pemeliharaan dapat dilakukan pada dataran rendah (100-500 m) hingga dataran tinggi (> 500 m).

Kandang untuk pemeliharaan sapi harus bersih dan tidak lembab. Pembuatan kandang harus memperhatikan beberapa persyaratan pokok yang meliputi konstruksi, letak, ukuran dan perlengkapan kandang.


1)Konstruksi dan letak kandang
Konstruksi kandang sapi seperti rumah kayu. Atap kandang berbentuk kuncup dan salah satu/kedua sisinya miring. Lantai kandang dibuat padat, lebih tinggi dari pada tanah sekelilingnya dan agak miring kearah selokan di luar kandang. Maksudnya adalah agar air yang tampak, termasuk kencing
sapi mudah mengalir ke luar lantai kandang tetap kering.
Bahan konstruksi kandang adalah kayu gelondongan/papan yang berasal
dari kayu yang kuat. Kandang sapi tidak boleh tertutup rapat, tetapi agak
terbuka agar sirkulasi udara didalamnya lancar.
Termasuk dalam rangkaian penyediaan pakan sapi adalah air minum yang
bersih. Air minum diberikan secara ad libitum, artinya harus tersedia dan
tidak boleh kehabisan setiap saat.
Kandang harus terpisah dari rumah tinggal dengan jarak minimal 10 meter
dan sinar matahari harus dapat menembus pelataran kandang. Pembuatan
kandang sapi dapat dilakukan secara berkelompok di tengah sawah/ladang.


2)Ukuran Kandang
Sebelum membuat kandang sebaiknya diperhitungkan lebih dulu jumlah sapi yang akan dipelihara. Ukuran kandang untuk seekor sapi jantan dewasa adalah 1,5 x 2 m. Sedangkan untuk seekor sapi betina dewasa adalah 1,8 x 2 m dan untuk seekor anak sapi cukup 1,5x1 m, tinggi kandang antara 2 - 2.5 m


3)Perlengkapan Kandang
Termasuk dalam perlengkapan kandang adalah tempat pakan dan minum, yang sebaiknya dibuat di luar kandang, tetapi masih dibawah atap. Tempat pakan dibuat agak lebih tinggi agar pakan yang diberikan tidak diinjak-injak/ tercampur kotoran. Tempat air minum sebaiknya dibuat permanen berupa bak semen dan sedikit lebih tinggi dari pada permukaan lantai.

Dengan demikian kotoran dan air kencing tidak tercampur didalamnya. Perlengkapan lain yang perlu disediakan adalah sapu, sikat, sekop, sabit, dan tempat untuk memandikan sapi. Semua peralatan tersebut adalah untuk membersihkan kandang agar sapi terhindar dari gangguan penyakit sekaligus bis
a dipakai untuk memandikan sapi.


BIBIT


. Jenis-jenis Sapi Potong.
Beberapa jenis sapi yang digunakan untuk bakalan dalam usaha penggemukan sapi potong di Indonesia adalah :


A. Sapi Bali.
Cirinya berwarna merah dengan warna putih pada kaki dari lutut ke bawah dan pada pantat, punggungnya bergaris warna hitam (garis belut). Keunggulan sapi ini dapat beradaptasi dengan baik pada lingkungan yang baru.

B. Sapi Ongole.
Cirinya berwarna putih dengan warna hitam di beberapa bagian tubuh, bergelambir dan berpunuk, dan daya adaptasinya baik. Jenis ini telah disilangkan dengan sapi Madura, keturunannya disebut Peranakan Ongole (PO) cirinya sama dengan sapi Ongole tetapi kemampuan produksinya lebih rendah.

C. Sapi Brahman.
Cirinya berwarna coklat hingga coklat tua, dengan warna putih pada bagian kepala. Daya pertumbuhannya cepat, sehingga menjadi primadona sapi potong di Indonesia.

D. Sapi Madura.
Mempunyai ciri berpunuk, berwarna kuning hingga merah bata, terkadang terdapat warna putih pada moncong, ekor dan kaki bawah. Jenis sapi ini mempunyai daya pertambahan berat badan rendah.

E. Sapi Limousin.
Mempunyai ciri berwarna hitam bervariasi dengan warna merah bata dan putih, terdapat warna putih pada moncong kepalanya, tubuh berukuran besar dan mempunyai tingkat produksi yang baik

2. Pemilihan Bakalan.
Bakalan merupakan faktor yang penting, karena sangat menentukan hasil akhir usaha penggemukan.
Pemilihan bakalan memerlukan ketelitian, kejelian dan pengalaman. Ciri-ciri bakalan yang baik adalah :

- Berumur di atas 2,5 tahun.
- Jenis kelamin jantan.
- Bentuk tubuh panjang, bulat dan lebar, panjang minimal 170 cm tinggi pundak minimal 135 cm, lingkar dada 133 cm.
- Tubuh kurus, tulang menonjol, tetapi tetap sehat (kurus karena kurang pakan, bukan karena sakit).
- Pandangan mata bersinar cerah dan bulu halus.
- Kotoran normal



PAKAN

Berdasarkan kondisi fisioloigis dan sistem pencernaannya, sapi digolongkan hewan ruminansia, karena pencernaannya melalui tiga proses, yaitu secara mekanis dalam mulut dengan bantuan air ludah (saliva), secara fermentatif dalam rumen dengan bantuan mikrobia rumen dan secara enzimatis setelah melewati rumen.
Penelitian menunjukkan bahwa penggemukan dengan mengandalkan pakan berupa hijauan saja, kurang memberikan hasil yang optimal dan membutuhkan waktu yang lama. Salah satu cara mempercepat penggemukan adalah dengan pakan kombinasi antara hijauan dan konsentrat. Konsentrat yang digunakan adalah ampas bir, ampas tahu, ampas tebu, bekatul, kulit biji kedelai, kulit nenas dan buatan pabrik pakan. Konsentrat diberikan lebih dahulu untuk memberi pakan mikrobia rumen, sehingga ketika pakan hijauan masuk rumen, mikrobia rumen telah siap dan aktif mencerna hijauan. Kebutuhan pakan (dalam berat kering) tiap ekor adalah 2,5% berat badannya. Hijauan yang digunakan adalah jerami padi, daun tebu, daun jagung, alang-alang dan rumput-rumputan liar sebagai pakan berkualitas rendah dan rumput gajah, setaria kolonjono sebagai pakan berkualitas tinggi.

Penentuan kualitas pakan tersebut berdasarkan tinggi rendahnya kandungan nutrisi (zat pakan) dan kadar serat kasar. Pakan hijauan yang berkualitas rendah mengandung serat kasar tinggi yang sifatnya sukar dicerna karena terdapat lignin yang sukar larut oleh enzim pencernaan.


HAMA DAN PENYAKIT

                7.1.Penyakit

1.Penyakit antraks
Penyebab: Bacillus anthracis yang menular melalui kontak langsung, makanan/minuman atau pernafasan.
Gejala: (1) demam tinggi, badan lemah dan gemetar; (2) gangguan pernafasan; (3) pembengkakan pada kelenjar dada, leher, alat kelamin dan badan penuh bisul; (4) kadang-kadang darah berwarna merah hitam yang keluar melalui hidung, telinga, mulut, anus dan vagina; (5) kotoran ternak cair dan sering bercampur darah; (6) limpa bengkak dan berwarna kehitaman.
Pengendalian: vaksinasi, pengobatan antibiotika, mengisolasi sapi yang terinfeksi serta mengubur/membakar sapi yang mati.

2.Penyakit mulut dan kuku (PMK) atau penyakit Apthae epizootica (AE)
Penyebab: virus ini menular melalui kontak langsung melalui air kencing, air susu, air liur dan benda lain yang tercemar kuman AE.
Gejala: (1) rongga mulut, lidah, dan telapak kaki atau tracak melepuh serta terdapat tonjolan bulat berisi cairan yang bening; (2) demam atau panas, suhu badan menurun drastis; (3) nafsu makan menurun bahkan tidak mau makan sama sekali; (4) air liur keluar berlebihan.
Pengendalian: vaksinasi dan sapi yang sakit diasingkan dan diobati secara terpisah.


3.Penyakit ngorok/mendekur atau penyakit Septichaema epizootica (SE)
Penyebab: bakteri Pasturella multocida. Penularannya melalui makanan dan minuman yang tercemar bakteri.
Gejala: (1) kulit kepala dan selaput lendir lidah membengkak, berwarna merah dan kebiruan; (2) leher, anus, dan vulva membengkak; (3) paru-paru meradang, selaput lendir usus dan perut masam dan berwarna merah tua; (4) demam dan sulit bernafas sehingga mirip orang yang ngorok. Dalam keadaan sangat parah, sapi akan mati dalam waktu antara 12-36 jam.
Pengendalian: vaksinasi anti SE dan diberi antibiotika atau sulfa.

4.Penyakit radang kuku atau kuku busuk (foot rot)
Penyakit ini menyerang sapi yang dipelihara dalam kandang yang basah dan kotor.
Gejala: (1) mula-mula sekitar celah kuku bengkak dan mengeluarkan cairan putih keruh; (2) kulit kuku mengelupas; (3) tumbuh benjolan yang menimbulkan rasa sakit; (4) sapi pincang dan akhirnya bisa lumpuh.


7.2.Pengendalian
Pengendalian penyakit sapi yang paling baik menjaga kesehatan sapi dengan tindakan pencegahan. Tindakan pencegahan untuk menjaga kesehatan sapi adalah:

1.Menjaga kebersihan kandang beserta peralatannya, termasuk memandikan sapi.

2.Sapi yang sakit dipisahkan dengan sapi sehat dan segera dilakukan pengobatan.

3.Mengusakan lantai kandang selalu kering.

4.Memeriksa kesehatan sapi secara teratur dan dilakukan vaksinasi sesuai petunjuk.


P A N E N

8.1.Hasil Utama
Hasil utama dari budidaya sapi potong adalah dagingnya

8.2.Hasil Tambahan
Selain daging yang menjadi hasil budidaya, kulit dan kotorannya juga sebagai hasil tambahan dari budidaya sapi potong.


9.PASCA PANEN

9.1.Stoving
 Ada beberapa prinsip teknis yang harus diperhatikan dalam         pemotongan sapi agar diperoleh hasil pemotongan yang baik, yaitu:

1.Ternak sapi harus diistirahatkan sebelum pemotongan

2.Ternak sapi harus bersih, bebas dari tanah dan kotoran lain yang    dapat mencemari daging.

3.Pemotongan ternak harus dilakukan secepat mungkin, dan rasa sakit   yang diderita ternak diusahakan sekecil mungkin dan darah harus     keluar secara tuntas.

4.Semua proses yang digunakan harus dirancang untuk mengurangi        jumlah dan jenis mikroorganisme pencemar seminimal mungkin.


9.2. Pengulitan
Pengulitan pada sapi yang telah disembelih dapat dilakukan dengan menggunakan pisau tumpul atau kikir agar kulit tidak rusak. Kulit sapi
dibersihkan dari daging, lemak, noda darah atau kotoran yang menempel. Jika sudah bersih, dengan alat perentang yang dibuat dari kayu, kulit sapi dijemur dalam keadaan terbentang. Posisi yang paling baik untuk penjemuran dengan sinar matahari adalah dalam posisi sudut 45 derajat.

9.3.Pengeluaran Jeroan
Setelah sapi dikuliti, isi perut (visceral) atau yang sering disebut dengan jeroan dikeluarkan dengan cara menyayat karkas (daging) pada bagian perut sapi.

9.4.Pemotongan Karkas
Akhir dari suatu peternakan sapi potong adalah menghasilkan karkas berkualitas dan berkuantitas tinggi sehingga recahan daging yang dapat dikonsumsipun tinggi. Seekor ternak sapi dianggap baik apabila dapat menghasilkan karkas sebesar 59% dari bobot tubuh sapi tersebut dan akhirnya akan diperoleh 46,50% recahan daging yang dapat dikonsumsi. Sehingga dapat dikatakan bahwa dari seekor sapi yang dipotong tidak akan seluruhnya menjadi karkas dan dari seluruh karkas tidak akan seluruhnya menghasilkan daging yang dapat dikonsumsi manusia. Oleh karena itu, untuk menduga hasil karkas dan daging yang akan diperoleh, dilakukan penilaian dahulu sebelum ternak sapi potong. Di negara maju terdapat spesifikasi untuk pengkelasan (grading) terhadap steer, heifer dan cow yang akan dipotong.

Karkas dibelah menjadi dua bagian yaitu karkas tubuh bagian kiri dan karkas tubuh bagian kanan. Karkas dipotong-potong menjadi sub-bagian leher, paha depan, paha belakang, rusuk dan punggung. Potongan tersebut dipisahkan menjadi komponen daging, lemak, tulang dan tendon. Pemotongan karkas harus mendapat penanganan yang baik supaya tidak cepat menjadi rusak, terutama kualitas dan hygienitasnya. Sebab kondisi karkas dipengaruhi oleh peran mikroorganisme selama proses pemotongan dan pengeluaran jeroan.

Daging dari karkas mempunyai beberapa golongan kualitas kelas sesuai dengan lokasinya pada rangka tubuh. Daging kualitas pertama adalah daging di daerah paha (round) kurang lebih 20%, nomor dua adalah daging daerah pinggang (loin), lebih kurang 17%, nomor tiga adalah daging daerah punggung dan tulang rusuk (rib) kurang lebih 9%, nomor empat adalah daging daerah bahu (chuck) lebih kurang 26%, nomor lima adalah daging daerah dada (brisk) lebih kurang 5%, nomor enam daging daerah perut (frank) lebih kurang 4%, nomor tujuh adalah daging daerah rusuk bagian bawah sampai perut bagian bawah (plate & suet) lebih kurang 11%, dan nomor delapan adalah daging bagian kaki depan (foreshank) lebih kurang 2,1%. Persentase bagian-bagian dari karkas tersebut di atas dihitung dari berat karkas (100%).

Persentase recahan karkas dihitung sebagai berikut:

Persentase recahan karkas = Jumlah berat recahan / berat karkas x 100 %


Istilah untuk sisa karkas yang dapat dimakan disebut edible offal, sedangkan yang tidak dapat dimakan disebut inedible offal (misalnya: tanduk, bulu, saluran kemih, dan bagian lain yang tidak dapat dimakan).

ANALISIS EKONOMI BUDIDAYA TERNAK SAPI

 10.1.Analisis Usaha Budidaya







DAFTAR PUSTAKA

1.Abbas Siregar Djarijah. 1996, Usaha Ternak Sapi, Kanisius,          Yogyakarta.

2.Yusni Bandini. 1997, Sapi Bali, Penebar Swadaya, Jakarta.

3.Teuku Nusyirwan Jacoeb dan Sayid Munandar. 1991, Petunjuk Teknis   Pemeliharaan Sapi Potong, Direktorat Bina Produksi Peternaka

4.Direktorat Jenderal Peternakan Departemen Pertanian, Jakarta      Undang Santosa. 1995, Tata Laksana Pemeliharaan Ternak Sapi,       Penebar Swadaya,Jakarta.

5.Lokakarya Nasional Manajemen Industri Peternakan. 24 Januari       1994,Program Magister Manajemen UGM, Yogyakarta.

6.Kohl, RL. and J.N. Uhl. 1986, Marketing of Agricultural Products,   5 th ed, Macmillan Publishing Co, New York.


Tidak ada komentar: