ARTIKEL
EKONOMI AGROINDUSTRI
MAHASISWA
Abdul Rohamn
NIM : 122001508
(STIP F)
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tepat tanggal 1 Januari 2010 mulai
diberlakukan FreeTrade Agreement (FTA/Perjanjian Perdagangan Bebas) ASEAN-China.
Negara-begara ASEAN yang termasuk yaitu : Indonesia, malaysia, Singapura,
Brunai, Vietnam, Filiphina, Kamboja, Laos, Thailand, dan Myanmar. Adapun hasil
kesepakatannya yaitu bea masuk produk manufaktur China ke ASEAN, termasuk
Indonesia. Kerangka kerja sama FTA ASEAN-China sebenarnya telah disepakati pada
tahun 2002 di masa pemerintahan Megawati dan baru dilaksanakan pada tanggal 1
Januari 2010.
Bagi Indonesia sendiri, pasar bebas
ASEAN dan China ini dirasakan merugikan bagi kalangan pengusaha lokal, industri lokal dan sektor
pertanian. Hal ini dikarenakan persiapan indonesia dalam menghadapi
pasar bebas ASEAN-China masih dirasa kurang.
Untuk pasar bebas 2010, produk dari
China yang akan membanjiri pasar Indonesia yaitu komoditas pertanian seperti
buah-buahan, gula dan bahkan beras sampai dengan produk industri
manufaktur seperti tekstil, mainan, dan elektronik memasuki Indonesia
dengan harga murah dan tentu saja kualitasnya tidak berbeda dengan produk
lokal. Hal ini akan mematikan industri kecil menengah (IKM) dan kawasan
ekonomi dan industri akan terancam bubar. Akibatnya akan berpengaruh terhadap
perekonomian bangsa.
Berangkat dari hal diatas, maka dalam makalah ini kami
memutuskan pembahasan dan mengangkat judul “Agroindustri Di Indonesia”.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian agroindustri?
2. Bagaimana penerapan teknologi
untuk agroindustri?
3. Apa saja pengembangan dalam
agroindustri?
4. Bagaimana aplikasi agroindustri
di Indonesia?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Agroindustri
Agroindustri adalah kegiatan yang
memanfaatkan hasil pertanian sebagai
bahan baku, merancang dan menyediakan peralatan serta jasa untuk kegiatan tersebut[Anonim; 1983]. Secara
eksplisit pengertian Agroindustri pertama kali diungkapkan oleh Austin (1981)
yaitu perusahaan yang memproses bahan nabati (yang berasal dari tanaman) atau hewani (yang dihasilkan oleh hewan).
Proses yang digunakan mencakup pengubahan dan pengawetan melalui perlakuan fisik atau kimiawi, penyimpanan, pengemasan dan distribusi. Produk
Agroindustri ini dapat merupakan produk akhir yang siap dikonsumsi ataupun
sebagai produk bahan baku industri lainnya.
Agroindustri merupakan bagian dari kompleks industri pertanian sejak produksi
bahan pertanian primer, industri pengolahan atau transformasi sampai
penggunaannya oleh konsumen[Mangunwidjaja, D. dan Sailah, I;
2009]. Agroindustri merupakan kegiatan yang saling
berhubungan (interlasi) produksi,
pengolahan, pengangkutan, penyimpanan, pendanaan, pemasaran dan distribusi produk pertanian[Dominguez, P.G. and Adriono, L.S;
1994]. Dari pandangan para pakar sosial ekonomi,
agroindustri (pengolahan hasil pertanian) merupakan
bagian dari lima subsistem agrobisnis yang
disepakati, yaitu subsistem penyediaan sarana produksi dan
peralatan, usaha tani, pengolahan hasil, pemasaran, sarana dan
pembinaan[Sioekartawi; 2000].
Agroindustri dengan demikian mencakup Industri Pengolahan
Hasil Pertanian (IPHP),
Industri Peralatan Dan Mesin Pertanian
(IPMP) dan Industri Jasa Sektor Pertanian (IJSP).
Industri Hasil Pengolahan Hasil
Pertanian (IPHP) dapat dibagi menjadi beberapa bagian sebagai berikut :
1. IPHP Tanaman Pangan, termasuk di dalamnya adalah bahan pangan kaya karbohidrat, palawija dan tanaman
hortikultura.
2. IPHP Tanaman Perkebunan, meliputi tebu, kopi, teh, karet, kelapa, kelapa sawit, tembakau, cengkeh, kakao, vanili, kayu manis dan
lain-lain.
3. IPHP Tanaman
Hasil Hutan, mencakup
produk kayu olahan dan
non kayu seperti damar, rotan, tengkawang dan hasil
ikutan lainnya.
4. IPHP Perikanan, meliputi
pengolahan dan penyimpanan ikan dan hasil laut segar, pengalengan dan
pengolahan, serta hasil samping ikan dan laut.
1. IPMP Budidaya Pertanian, yang
mencakup alat dan mesin pengolahan lahan (cangkul, bajak, traktor dan lain
sebagainya).
2. IPMP
Pengolahan, yang meliputi alat dan mesin pengolahan berbagai komoditas pertanian, misalnya
mesin perontok gabah, mesin
penggilingan padi, mesin
pengering dan lain sebagainya.
Industri Jasa Sektor Pertanian
(IJSP) dibagi menjadi tiga kegiatan sebagai berikut :
1. IJSP
Perdagangan, yang mencakup kegiatan pengangkutan, pengemasan serta penyimpanan
baik bahan baku maupun produk hasil industri pengolahan pertanian.
2. IJSP
Konsultasi, meliputi kegiatan perencanaan, pengelolaan, pengawasan mutu serta
evaluasi dan penilaian proyek.
3. IJSP
Komunikasi, menyangkut teknologi perangkat lunak yang melibatkan penggunaan komputer serta alat komunikasi modern
lainya.
Dengan pertanian sebagai pusatnya,
agroindustri merupakan sebuah sektor ekonomi yang
meliputi semua perusahaan, agen dan institusi yang menyediakan segala kebutuhan
pertanian dan
mengambil komoditas dari pertanian untuk
diolah dan didistribusikan kepada konsumen[Soewono, L; 2005]. Nilai
strategis agroindustri terletak pada posisinya sebagai jembatan yang
menghubungkan antar sektor pertanian pada
kegiatan hulu dan sektor industri pada kegiatan hilir. Dengan pengembangan
agroindustri secara cepat dan baik dapat meningkatkan, jumlah tenaga kerja,
pendapatan petani, volume ekspor dan devisa, pangsa pasar domestik dan internasional, nilai
tukar produk hasil pertanian dan penyediaan bahan baku industri [Mangunwidjaja, D. dan Sailah, I;
2009].
B.
Penerapan Teknologi untuk Agroindustri
Salah satu kendala dalam
pengembangan agroindustri di Indonesia adalah
kemampuan mengolah produk yang masih
rendah. Hal ini ditunjukkan dengan sebagian besar komoditas pertanian yang
diekspor merupakan bahan mentah
dengan indeks retensi pengolahan sebesar 71-75%. Angka tersebut menunjukkan
bahwa hanya 25-29% produk pertanian Indonesia yang diekspor dalam bentuk
olahan. Kondisi ini tentu saja memperkecil nilai tambah yang yang diperoleh
dari ekspor produk pertanian, sehingga
pengolahan lebih lanjut menjadi tuntutan bagi perkembangan agroindustri di era
global ini. Teknologi yang digolongkan sebagai teknologi agroindustri produk
pertanian begitu beragam dan sangat luas mencakup teknologi pascapanen
dan teknologi proses. Untuk memudahkan, secara garis besar teknologi pascapanen
digolongkan berdasarkan tahapannya yaitu, tahap sebelum pengolahan, tahap
pengolahan dan tahap pengolahan lanjut [Soewono, L; 2005]. Perlakuan
pascapanen tahap awal meliputi, pembersihan, pengeringan, sortasi dan
pengeringan berdasarkan mutu, pengemasan, transport dan
penyimpanan, pemotongan/pengirisan, penghilangan biji, pengupasan dan lainnya. Perlakuan
pascapanen tahap pengolahan antara lain, fermentasi, oksidasi, ekstraksi buah, ekstraksi rempah, distilasi dan
sebagainya. Sedangkan contoh perlakuan pascapanen tahap lanjut dapat
digolongkan ke dalam teknologi proses untuk agroindustri, yaitu penerapan
pengubahan (kimiawi, biokimiawi, fisik) pada hasil pertanian menjadi
produk dengan nilai ekonomi yang lebih
tinggi seperti,
Produk-produk yang dihasilkan ada
yang dapat digunakan secara langsung dari sejak tahap awal, seperti rempah-rempah, sari buah dan
lainnya, serta ada pula yang menjadi bahan baku untuk industri lainya, seperti
industri makanan, kimia dan farmasi.
Contoh Penerapan Teknologi untuk Produk Agroindustri
Bahan Dasar
|
Teknologi yang Diterapkan
|
Produk
|
Pengeringan, penggilingan
|
||
Sortasi, pemarutan, ekstraksi, pengayakan,
pengeringan
|
||
Pengeringan, pengempaan, hidrolisis, penyabunan,
pemucatan (bleaching), penghilangan bau (deodorisasi)
|
||
Pemerasan, evaporasi, penjernihan (karbonisasi,
sulfitasi), kristalisasi
|
||
Pelayuan, fermentesi, pengeringan
|
teh hitam
|
|
Penyulingan (distilasi)
|
||
Penggumpalan (koagulan), pengepresan, pembentukan,
pengasapan
|
Karet sit asap (RSS)
|
|
Netralisasi, esterifikasi
|
||
Isolasi, ekstraksi, pemurnian
|
||
Pemarutan, likuifaksi, sakarifikasi isomerasi,
pemisahan (kromatografi)
|
||
Fermentasi, klasifikasi, asidifikasi, kristalisasi
|
||
Fermentasi, penggaraman, kristalisasi
|
MSG (monosodium
glutamat)
|
|
Fermentasi, pengeringan, penggilingan, pengempaan,
formulasi
|
||
Pengeringan, penggilingan, ekstraksi, pemurnian
|
||
Penghancuran (beating), penghalusan (refining),
penambahan bahan pengisi
|
C.
Pengembangan Agroindustri
Pengembangan Agroidustri di
Indonesia terbukti mampu membentuk pertumbuhan ekonomi nasional. Di tengah
krisis ekonomi yang
melanda Indonesia pada tahun
1997-1998, agroindustri ternyata menjadi sebuah aktivitas ekonomi yang mampu
berkontribusi secara positif terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. Selama masa
krisis, walaupun sektor lain mengalami kemunduran atau pertumbuhan negatif,
agroindustri mampu bertahan dalam jumlah unit usaha yang beroperasi. Kelompok
agroindustri yang tetap mengalami pertumbuhan antara lain yang berbasis kelapa sawit, pengolahan
ubi kayu dan industri pengolahan ikan. Kelompok agroindustri ini dapat
berkembang dalam keadaan krisis karena tidak bergantung pada bahan baku dan bahan
tambahan impor serta peluang pasar ekspor yang besar. Sementara kelompok
agroindustri yang tetap dapat bertahan pada masa krisis adalah industri mie, pengolahan susu dan industri tembakau yang
disebabkan oleh peningkatan permintaan di dalam negeri dan sifat industri yang
padat karya[Mangunwidjaja, D. dan Sailah, I;
2009]. Kelompok agroindustri yang mengalami penurunan
adalah industri pakan ternak dan minuman ringan. Penurunan
industri pakan ternak disebabkan ketergantungan impor bahan baku (bungkil kedelai, tepung ikan dan obat-obatan). Sementara penurunan pada industri
makanan ringan lebih disebabkan oleh penurunan daya beli masyarakat sebagai
akibat krisis ekonomi. Berdasarkan data perkembangan ekspor tiga tahun setelah krisis moneter 1998-2000,
terdapat beberapa kecenderungan komoditas mengalami pertumbuhan yang positif
antara lain, minyak sawit dan
turunannya, karet alam, hasil laut, bahan penyegar seperti kakao, kopi dan teh, hortikultuta serta makanan ringan/kering[Anonim; 1983].
Berdasarkan potensi yang dimiliki, beberapa komoditas dan produk agroindustri
yang dapat dikembangkan pada masa mendatang antara lain, produk berbasis pati, hasil hutan non kayu, kelapa dan turunannya, minyak atsiri dan flavor alami, bahan polimer non karet serta hasil laut non ikan[Mangunwidjaja, D; 1993]. Dengan
demikian, agroindustri merupakan langkah strategis untuk meningkatkan nilai
tambah hasil pertanian melalui pemanfaatan dan penerapan teknologi, memperluas
lapangan pekerjaan serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat[Apriyantono, A; 2005]. Pada
kenyataannya, perkembangan nilai ekspor agroindustri masih relatif lambat
dibandingkan dengan subsektor industri lainnya. Hal ini dapat disebabkan oleh
beberapa faktor antara lain[Mangunwidjaja, D. dan Sailah, I;
2009] :
1. Kurang cepatnya
pertumbuhan sektor pertanian sebagai
unsur utama dalam menunjang agroindustri, di pihak lain juga disebabkan oleh
kurangnya pertumbuhan sektor industri yang mendorong sektor pertanian.
2. Pemasaran
produk agroindustri lebih dititik beratkan pada pemenuhan pasar dalam negeri.
Produk-produk agroindustri yang diekspor umumnya berupa bahan mentah atau semi olah.
3. Kurangnya
penelitian yang mengkaji secara mendalam dan menyeluruh berbagai aspek yang
terkait dengan agroindustri secara terpadu, mulai dari produksi bahan baku, pengolahan dan pemasaran serta
sarana dan prasarana, seperti penyediaan bibit, pengujian dan pengembangan mutu, transportasi dan
kelengkapan kelembagaan.
Tantangan dan harapan bagi pengembangan
agroindustri di Indonesia adalah
bagaimana meningkatkan keunggulan komparatif produk pertanian secara kompetitif
menjadi produk unggulan yang mampu bersaing di pasar dunia. Dalam lingkup perdagangan, pengolahan
hasil pertanian menjadi
produk agroindustri ditunjukkan untuk meningkatkan nilai tambah komoditas
tersebut. Semakin tinggi nilai produk olahan, diharapkan devisa yang diterima
oleh negara juga meningkat serta keuntungan yang diperoleh oleh para pelaku
agoindustri juga relatif tinggi. Untuk dapat terus mendorong kemajuan
agroindustri di Indonesia antara lain diperlukan:[Soewono, L. 2005]
1.
Kebijakan-kebijakan serta insentif yang mendukung pengembangan agroindustri.
2. Langkah-langkah
yang praktis dan nyata dalam memberdayakan para petani, penerapan teknologi tepat guna
serta kemampuan untuk memcahkan masalah-masalah yang dihadapi.
3. Perhatian yang
lebih besar pada penelitian dan pembangunan teknologi pascapanen yang tepat
serta pengalihan teknologi tersebut kepada sasaran pengguna.
Pembangunan dan pengembangan
agroindustri secara tepat dengan dukungan sumberdaya lain dan menjadi strategi
arah kebijakan pemerintah diharapkan
dapat meningkatkan keberhasilan negara, berdasarkan tolok ukur sebagai
berikut[Mangunwidjaja, D. dan Sailah, I;
2009] :
1. Menghasilkan
produk agroindustri yang berdaya saing dan memiliki nilai tambah dengan
ciri-ciri berkualitas tinggi.
4. Meningkatkan
kesejahteraan para pelaku agroindustri baik di kegiatan hulu, utama maupun hilir khususnya petani, perkebunan, peternakan, perikanan dan nelayan.
5. Memelihara mutu
dan daya dukung lingkungan sehingga
pembangunan agroindustri dapat berlangsung secara berkelanjutan.
D. Aplikasi
Agroindustri Di Indonesia
kompas.com — Pakar ekonomi pertanian
Nandang Najmulmunir menilai, buah-buahan dari negara asing telah mengalahkan
produk lokal akibat liberalisasi sektor pertanian sehingga terjadi serbuan
produk buah dari berbagai negara, seperti China, Thailand, dan Australia.
Buah-buahan impor jauh lebih dominan penjualannya ketimbang buah lokal,
termasuk produk buah yang sebelumnya dikuasai dalam negeri, seperti jeruk dan
durian. Produk petani Indonesia kalah bersaing dengan petani negara lain,
apalagi negara-negara pengekspor memberikan subsidi sehingga biaya produksi
menjadi lebih murah.
Terkait pemberlakuan Perjanjian
Perdagangan Bebas ASEAN-China (ACFTA), Nandang menilai Indonesia bisa membangun
kekuatan ekonominya dari barang-barang yang belum masuk daftar liberalisasi.
Indonesia memiliki kekuatan dalam menghadapi perdagangan bebas dengan membangun
potensi yang dimiliki sektor usaha kecil menengah (UKM) dan industri melalui
kebijakan pemerintah prorakyat. Komoditas yang belum diliberalisasikan itulah
yang dikembangkan dengan proteksi dari pemerintah sehingga memiliki daya saing
global.
Ke depan ia menyarankan agar tidak
memberikan konsesi lebih besar produk yang diliberalisasikan dan pemerintah
harus mampu meminimalkan jenis barang yang masuk dalam daftar perdagangan bebas
itu.
Disinggung pemasaran produk
liberalisasi ke daerah Indonesia bagian timur, Nandang mengatakan,
pendistribusian ke dalam ruang tak kompetitif tidak akan banyak membantu karena
negara lain juga akan melakukan hal sama. Perdagangan merupakan sebuah
kesetaraan. Bila kita melakukan aksi X, akan dibalas dengan sikap serupa,
begitu juga dengan aksi Y yang dilakukan. Tergantung pemerintah melihat
manfaatnya bila itu dilakukan.
Dalam perdagangan bebas tersebut
tidak ada lagi restriksi antar perbatasan. Yang ada hanyalah penjualan produk
antar wilayah bebas bea masuk.
Terkait kemungkinan penundaan
pemberlakuan ACFTA oleh pemerintah, Nandang menegaskan, secara teoritis hal itu
bisa saja, tetapi dalam praktiknya sangat susah diterapkan. Pemerintah
Indonesia harus menanggung biaya perundingan dan kompensasi sampai seluruh
prosesnya selesai dan pemberlakuannya dicabut.[kompas.com, 9 Mei 2011]
TEMPO Interaktif, Jakarta — Staf Khusus Menteri Perdagangan
Halida Muljani mengungkapkan, produk-produk yang berasal dari sektor agro
berpeluang besar bersaing di pasar bebas. Indonesia bisa bersaing pada
produk-produk yang bertumpu pada sumber daya alam seperti pertanian, perikanan,
dan perhutanan.
Berkaitan dengan kawasan perdagangan
bebas ASEAN-Cina, Halida mengatakan, potensi itu makin kelihatan dengan
besarnya pasar tujuan ekspor. Dengan jumlah penduduk hingga 1,7 miliar, Cina
menjadi peluang besar produk-produk Indonesia, karena sektor industri hulu di
Cina masih sangat kurang. Apalagi, kalau Indonesia bisa mengekspor
produk-produk dalam bentuk bukan bahan baku mentah. Itu akan lebih bagus untuk
industri di dalam negeri.
Seperti diketahui, kawasan
perdagangan bebas ASEAN-Cina sudah terealisasi pada 2010. Liberalisasi
perdagangan merupakan hal yang tidak bisa ditawar. Pemerintah berusaha
mengoptimalkan seluruh sumber dayanya untuk memasuki pasar bebas.[TEMPO Interaktif, Jakarta]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Agroindustri (pengolahan hasil pertanian) merupakan
bagian dari lima subsistem agribisnis yang
disepakati, yaitu subsistem penyediaan sarana produksi dan
peralatan, usaha tani, pengolahan hasil, pemasaran, sarana dan
pembinaan.
Teknologi yang digolongkan sebagai
teknologi agroindustri produk pertanian teknologi pascapanen
dan teknologi proses. Secara garis besar teknologi pascapanen digolongkan
berdasarkan tahapannya yaitu, tahap sebelum pengolahan, tahap pengolahan dan
tahap pengolahan lanjut.
Selama masa krisis, walaupun sektor
lain mengalami kemunduran atau pertumbuhan negatif, agroindustri mampu bertahan
dalam jumlah unit usaha yang beroperasi. Kelompok agroindustri yang tetap
mengalami pertumbuhan antara lain yang berbasis kelapa sawit, pengolahan
ubi kayu dan industri pengolahan ikan. Kelompok agroindustri ini dapat
berkembang dalam keadaan krisis karena tidak bergantung pada bahan baku dan
bahan tambahan impor serta peluang pasar ekspor yang besar.
Kita tidak bisa menghindar dari
pasar bebas, namun seharusnya pemerintah juga harus melindungi industri lokal
dalam negeri. Kebijakan-kebijkan yang menguntungkan industri lokal juga harus
dikeluarkan, investor diundang dan ditingkatkan, dan tentu saja bagi kita
sebagai warga negara Indonesia kita harus menanamkan sikap untuk selalu
menggunakan produk dalam negeri karena sebenarnya produk kita tidak
kalah dengan produk asing, dan tentu saja akan membantu perekonomian negara
kita.
B.
Penutup
Demikian makalah yang dapat kami
sajikan. Kritik dan saran yang konstruktif sangat kami harapkan demi perbaikan
selanjutnya. Semoga makalah ini dapat menambah khasanah pengetahuan bagi semua.
Amiiinn....
DAFTAR PUSTAKA
1.
Anonim. 1983. Simposium nasional Agroindustri I, Jurusan Teknologi industri
Pertanian. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor
2.
Austin, J.E. 1981. Agroindustrial Project Analysis. The John Hopkins university
Prss. London
3.
Mangunwidjaja, D. dan Sailah, I. 2009. Pengantar Teknologi Pertanian. Penebar
Swadaya. Bogor.
4.
Dominguez, P.G. and Adriono, L.S, 1994. BIMP-EAGA Agroindustrial Cooperation: a
proposed frame work and plant of action. USM.
5.
Sioekartawi. 2000. Pengantar Agroindustri. PT Raja Grafindo Jakarta. Jakarta.
6.
Soewono, L. 2005. Pemanfaatan Teknologi Pascapanen dalam Pengembangan
Agroindustri. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Inovatif Pascapanen untuk
Pengambangan Industri Berbasis Pertanian. Balai Besar Penelitian dan
Pengembangan Pascapanen Pertanian. Bogor.
7.
Anonim. 2000. Perkembangan Ekspor Produk Industri Kimia, Hutan dan Agro.
Direktorat Jendral Industri Kimia, Hutan dan Agro. Depperindag. Jakarta
8.
Mangunwidjaja, D. 1993. Pengembangan Teknologi Proses Untuk Agroindustri.
Makalah pada Forum Teknologi, Dikti, Depdikbud, 12 November. Bogor.
9.
Apriyantono, A. 2005. Sambutan Mentri Pertanian Republik Indonesia. Prosiding
Seminar Nasional Teknologi Inovatif Pascapanen untuk Pengambangan Industri
Berbasis Pertanian. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen
Pertanian. Bogor.
10. kompas.com, 9
Mei 2011