Rabu, 14 Desember 2022

Tikus dan Pengendaliannya

Tikus merupakan salah satu hama utama di Indonesia yang Menimbulkan kerugian besar. Di Indonesia, kehilangan hasil akibat serangan tikus sawah diperkirakan mencapai 200.000 - 300.000 ton per tahun.

Beberapa cara pengendalian hama tikus telah dilaksanakan oleh para pelaku utama , namun dalam pelaksanaan dilapangan belum ada keterpaduan antara cara yang satu dengan yang lain dan cara penerapannya. Sehingga walaupun sudah dilakukan usaha pengendalian namun masih terjadi kerusakan tanaman yang selanjutnya terjadi kegagalan panen.

          Tikus sawah banyak dijumpai merusak tanaman pangan khususnya padi sawah. Tubuh bagian atas (punggung) berwama coklat kekuningan dengan bercak hitam di rambut- rambutnya, sehingga memberi kesan seperti berwama abu-abu, dada berwama putih. Panjang badan tikus sawah dewasa dari hidung sampai ujung ekor berkisar antara 270- 70 mm, dengan berat sekitar 130 g. Panjang ekor biasanya sama atau lebih pendek dari pada badan dari ujung hidung sampai pangkal ekor. Panjang telapak kaki belakang dari tumit sampai ujung kuku jari terpanjang adalah 32-36 mm. Sedangkan panjang telinga 18-21 mm. Tikus sawah mempunyai enam pasang puting susu yang terletak di kiri dan kanan pada bagian perut memanjang sepanjang badan.

          Tikus sawah dapat berkembang biak mulai umur 1,5-5 bulan. Setelah kawin, masa bunting memerlukan waktu 21 hari. Seekor tikus betina melahirkan rata-rata 8 ekor anak setiap kali melahirkan, dan mampu kawin lagi dalam tempo 48 jam setelah melahirkan serta mampu hamil sambil menyusui dalam waktu yang bersamaan. Selama satu tahun seekor betina dapat melahirkan 4 kali, sehingga dalam satu tahun dapat dilahirkan 32 ekor anak, dan populasi dari satu pasang tikus tersebut dapat mencapai + 1200 ekor turunan.

          Anak yang baru lahir beratnya sekitar 2-4 g, berwama merah daging dan tidak berbulu. Setelah umur 4 hari  wamanya berubah menjadi biru kelabu dan pada umur 7- 10 hari tumbuh bulu berwama kelabu dan coklat, saat ini mata masih tertutup. Mata anak tikus terbuka setelah umur 12-14 hari dan masa menyusui berlangsung sampai umur 18-24 hari. Pada umur 28 hari anak tikus telah dapat berjalan dengan cepat.


Melakukan pengendalian dengan cara yang tepat pada saat yang tepat sesuai fase kegiatan dalam usahatani padi yang dikaitkan dengan siklus kehidupan tikus.

1) Saat selepas panen sampai persiapan dan pengolahan tanah
Mengendalikan tikus pada saat selepas panen, karena tikus masih ada didalam gelengan dan sekitar petakan dengan jumlah rata-rata per lubang 25 - 30 ekor tikus, sementara makanan masih tersedia dari sisa panen berupa gabah yang tercecer dan pada tumpukan padi.
Pada saat ini, pengendalian yang tepat adalah pengemposan dan gropyokan. Apabila tidak dilakukan pengendalian pada saat selepas panen ini , maka semua tikus yang ada dalam lubang akan tumbuh dewasa dan akan berkeliaran.

2) Pengolahan tanah
Menjelang pengolahan tanah sebaiknya seluruh lahan dikeringkan, agar tikus yang masih tinggal di petakan dan galengan merasa kehausan. Pada saat itu gabah yang tertinggal dilapangan sudah tumbuh sehingga makanan untuk tikus mulai berkurang.
Pengendalian yang tepat pada kondisi ini adalah pengumpanan dan gropyokan dimalam hari.

3) Pesemaian
Pesemaian sebaiknya dipagar plastik yang dilengkapi dengan bubu perangkap tikus. Bubu perangkap tikus yang berukuran panjang 65 cm, lebar 24 cm dan tinggi 24 cm memiliki kapasitas 20 - 30 ekor/ malam tergantung banyaknya populasi tikus. Untuk 500 m 2 persemaian cukup dipasang 4 bubu perangkap. 
Apabila sebelum tanam tidak dilakukan pengendalian, maka pada fase tanam sampai fase berikutnya akan terus terjadi serangan.

4) Fase Vegetatif
Kondisi tanaman pada fase vegetatif adalah tanaman sudah rimbun/anakan maksimum; galengan kotor; tanaman merupakan makanan bagi tikus; fase awal tikus membuat lubang di galengan. Fase ini merupakan kondisi yang sangat sulit untuk mengadakan pengendalian yang efektif. Upaya pengendalian yang tepat adalah dengan pengumpanan menggunakan klerat dan memakai umpan pembawa "yuyu", tempatkan umpan pada jalan tikus lewat dan pasang pagar plastik dengan bubu perangkapnya.

5) Fase generatif dan menjelang panen
Pada fase ini umumnya tikus pada fase beranak dan berada di dalam lubang. Kondisi pada fase generatif adalah makanan sudah tersedia dan galengan semakin kotor. Pengendalian untuk tikus yang sudah menetap dilubang dengan cara pengemposan.

6) Panen
Apabila padi sudah berisi dan menguning, maka pengendalian yang paling tepat adalah dengan cara pengeringan total. Dalam keadaan kering, tikus akan mengurangi makan dan tikus tidak bisa makan kalau tidak disertai minum. Pengemposan dapat dilakukan untuk mengendalikan tikus yang ada dalam lubang.

Komponen-komponen PHT yang dapat dipadukan dalam pengendalian hama tikus antara lain :

(a)    Sanitasi Lingkungan,dilakukan dalam bentuk membersihkan semak-semak dan rerumputan, membongkar liang dan sarang serta tempat perlindungan lainnya. Dengan lingkungan yang bersih, tikus akan merasa kurang mendapat tempat berlindung.

(b)    Fisik dan Mekanis,Usaha pengendalian secara fisik maupun mekanis meliputi semua cara secara fisik langsung membunuh tikus seperti dengan pukulan, diburu dengan anjing, menggunakan perangkap tikus, penggunaan pagar plastik dan lain sebagainya. Cara pengendalian ini biasanya memberikan hasil yang memuaskan. Beberapa langkah praktis yang dapat dilakukan secara mekanis antara lain :

1) Gropyokan yang dilakukan secara massal dilengkapi dengan alat pemukul, cangkul, emposan tikus dengan cara menggali liang, mengempos asap belerang ke liang dan menggalinya. Di beberapa daerah ada yang melakukan dengan bantuan regu anjing yang telah terlatih untuk berburu tikus, senapan angin, yang dinilai cukup efektif sesuai spesifik lokasi.  Kegiatan gropyokan dilakukan setelah panen hingga persemaian.

2)  Pembongkaran liang dilakukan pada saat bera atau persiapan tanam, sekaligus membersihkan dan memperbaiki pematang sawah.

3) Perangkap bubu, dilakukan pada persemaian yang dikombinasikan dengan pagar plastik, yang diprioritaskan pada daerah endemis.

(c)    Mengatur waktu tanam

Dengan mengatur waktu tanam, jangka waktu tersedianya makanan yang disukai tikus akan terbatas dan diselingi dengan masa yang kurang menguntungkan bagi perkembangbiakan tikus. Pengaturan waktu tanam ini dilaksanakan dengan menanam dalam waktu singkat untuk wilayah yang cukup luas (tanam serentak).

Diupayakan agar waktu tanam dengan selang < 10 hari dalam areal yang luas, sehingga masa generatif hampir serentak. Dengan demikian masa perkembangbiakan tikus hanya berlangsung dalam waktu yang singkat. Karena daya jelajah tikus sampai + 2 km, maka penanaman serentak hendaknya meliputi areal paling sedikit seluas -+ 300 ha.

Mengurangi ukuran pematang di sekitar sawah, sehingga mempersulit tikus membuat liang. Pematang sebaiknya berukuran

 (d)    Konservasi dan Pemanfaatan Musuh Alami

Banyak dijumpai musuh alami tikus di lapangan . Namun demikian banyak pula yang kehidupannya semakin terdesak oleh ulah manusia karena masyarakat kurang mengerti tentang kegunaan musuh alami tersebut. Upaya yang diperlukan terutama menumbuhkan opini masyarakat tentang arti pentingnya kehidupan musuh alami tikus yang ada di lapangan. 

Salah satu contoh musuh alami yang dapat memberikan prospek yang baik adalah burung hantu (Tyto alba), karena daya membunuhnya yang tinggi dan dapat dikembangbiakan. Musuh alami lainnya adalah ular, kucing dan anjing. Khususnya ular populasinya sudah semakin sedikit akibat seringnya di bunuh oleh manusia. Oleh sebab itu usaha konservasinya perlu ditingkatkan melalui kegiatan penyuluhan baik bagi petani maupun masyarakat lainnya.

 (e)    Penerapan Pengaturan

Mengingat upaya pengendalian hama tikus yang khas maka di tingkat  lapang penerapannya harus dikuatkan   melalui kebijakan dari instansi terkait dalam hal ini adalah Pemda setempat. Kebijakan/regulasi yang diperlukan (dapat berupa instruksi, keputusan Perda, dsb) di bidang perlindungan tanaman seperti larangan perburuan terhadap satwa pemangsa (predator) hama tikus, pembentukan regu pengendalian, kewaspadaan terhadap timbulnya serangan dll.

 (f)    Penggunaan Bahan kimiawi

Pengendalian tikus dengan bahan kimia adalah menggunakan racun tikus (rodentisida) dan gas beracun (fumigasi).  Berdasarkan cara penggunaannya rodentisida terdiri dari dua jenis yaitu rodentisida yang harus dicampurkan dengan umpan yang disenangi tikus (seperti; beras, jagung, ketela pohon dan ubi jalar) dan rodentisida siap pakai yaitu umpan yang telah mengandung racun.  Penggunaan rodentisida didasarkan atas adanya aktivitas tikus yaitu dengan adanya pengamatan atas jejak tikus, kotoran tikus atau gejala serangan tikus.

Dalam pengendalian hama tikus perlu memperhatikan beberapa hal yaitu: 
a) Kedisiplinan para pelaku utama dalam praktek pengendalian sesuai siklus perkembangan tikus.
b) Melaksanakan tanam serempak dan melakukan sanitasi atau kebersihan lingkungan dan mempersempit ukuran tanggul.
c) Jangan mengembangkan sikap masa bodoh dan acuh tak acuh yang kalau melihat lubang tikus atau ada gejala serangan diluar garapan yang dimiliki, karena tikus memiliki daya jelajah semalam bisa mencapai 500 - 1000 m.
d) Perkembangan hama tikus yang sangat cepat. Dari sepasang tikus dalam setahun bisa mencapai 2800 ekor lebih. 
e) Jangan membunuh predator seperti ular sawah, burung hantu (Tito alba), burung elang, gagak, musang sawah karena predator ini akan memangsa tikus.

Apabila dari awal musim tanam sudah dilakukan pengendalian secara tepat pada saat yang tepat, maka pada fase-fase berikutnya tikus semakin berkurang, sehingga peluang keberhasilan panen semakin besar.

 

*jokopuwato

Tidak ada komentar: