Senin, 10 Juli 2023

MATERI SEKOLAH LAPANG TANAMAN BAWANG MERAH MATERI 1

 

MATERI SEKOLAH LAPANG TANAMAN BAWANG MERAH MATERI 1

PRINSIP PHT

 

Pengendalian Hama Terpadu (PHT) adalah suatu konsepsi atau cara berpikir mengenai pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) dengan pendekatan ekologi yang bersifat multi disiplin untuk mengelola populasi hama dan penyakit dengan memanfaatkan beragam taktik pengendalian yang kompatibel dalam suatu kesatuan koordinasi pengelolaan. Karena PHT merupakan suatu sistem pengendalian yang menggunakan pendekatan ekologi, maka pemahaman tentang biologi dan ekologi hama dan penyakit menjadi sangat penting. Ada empat prinsip dasar yang mendorong penerapan PHT secara nasional,terutama dalam rangka program pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan. Beberapa prinsip yang mengharuskannya PHT pada tanaman sayuran adalah seperti dinyatakan dalam uraian berikut ini.

 

1.  Budidaya tanaman sehat

 

 

Budidaya tanaman yang sehat dan kuat menjadi bagian penting dalam program pengendalian hama dan penyakit. Tanaman yang sehat akan mampu bertahan terhadap serangan hama dan penyakit dan lebih cepat mengatasi kerusakan akibat serangan hama dan penyakit tersebut. Oleh karena itu, setiap usaha dalam budidaya tanaman paprika seperti pemilihan varietas, penyemaian, pemeliharaan tanaman sampai penanganan hasil panen perlu diperhatikan agar diperoleh pertanaman yang sehat, kuat dan produktif, serta hasil panen yang tinggi.

 

 

2.  Pemanfaatan musuh alami

 

Pengendalian hayati dengan memanfaatkan musuh alami yang potensial merupakan tulang punggung PHT. Dengan adanya musuh alami yang mampu menekan populasi hama, diharapkan di dalam agroekosistem terjadi keseimbangan populasi antara hama dengan musuh alaminya, sehingga populasi hama tidak melampaui ambang toleransi tanaman.

 

3.  Pengamatan rutin atau pemantauan

 

 

Agroekosistem bersifat dinamis, karena banyak faktor di dalamnya yang saling mempengaruhi satu sama lain. Untuk dapat mengikuti perkembangan populasi hama dan musuh alaminya serta untuk mengetahui kondisi tanaman, harus dilakukan pengamatan


secara rutin. Informasi yang diperoleh digunakan sebagai dasar tindakan yang akan dilakukan.

 

4.Petani sebagai ahli PHT

 

Penerapan PHT harus disesuaikan dengan keadaan ekosistem setempat. Rekomendasi PHT hendaknya dikembangkan oleh petani sendiri. Agar petani mampu menerapkan PHT, diperlukan usaha pemasyarakatan PHT melalui pelatihan baik secara formal maupun informal.

 

 

 



 

Hal-hal yang diperlukan untuk penerapan PHT

 

 

Berdasarkan prinsip-prinsip yang telah dikemukakan, maka untuk penerapan PHT diperlukan komponen teknologi, sistem pemantauan yang tepat, dan petugas atau petani yang terampil dalam penerapan komponen teknologi PHT.

 

Agroekosistem adalah sebuah sistem lingkungan yang telah dimodifikasi dan dikelola oleh manusia untuk kepentingan produksi pangan, serat dan berbagai produk pertanian lain (Conway, 1987).

 

Agroekosistem adalah komunitas tanaman dan hewan yang berinteraksi dengan lingkungan fisik dan kimia yang telah dimodifikasi oleh maanusia untuk memproduksi bahan makan, serat, bahan bakar dan produk lainnya untuk konsumsi manusia dan prosesing.


MATERI 2

 

OPT (ORGANISME PENGGANGGU TUMBUHAN) BAWANG MERAH

   Kelompok hama tanaman, yaitu kelompok OPT yang penyebabnya dapat dilihat dengan mata telanjang.

 

   Kelompok penyakit tanaman, yaitu kelompok OPT yang penyebabnya tidak dapat dilihat dengan mata telanjang.

 

A. GOLONGAN HAMA

 

Lalat pengorok daun (Liriomyza sp.)

 

  Serangga dewasa berupa lalat kecil yang berukuran ± 2 mm

 

  Larva aktif mengorok dan membuat lubang pada jaringan daun

 

  Gejala serangan : pada daun terdapat bintik-bintik putih dan alur korokan yang berwarna putih

 

  Tanaman inang : cabai, tomat, seledri, kentang, kangkung, dll.

 

Ulat Bawang (Spodoptera exigua)

 

  Larva berbentuk bulat panjang berwarna hijau atau coklat

 

  Imago aktif pada malam hari

 

  Gejala serangan : ditandai dengan timbulnya bercak-bercak putih transparan pada daun

  Tanaman inang : bawang kucai, bawang daun, bawang putih, cabai, jagung, dll.

 

Ulat Grayak (Spodoptera litura)

 

  Warna ulat bervariasi tergantung jenis makanannya

 

  Mempunyai tanda hitam yang menyerupai kalung pada lehernya

 

  Aktif pada senja hari

 

  Gejala serangan : daun berlubang-lubang tidak beraturan


  Tanaman inang : cabai, bawang me

 

Ulat tanah (Agrotis ipsilon) Ulat berwarna hitam keabu-abuan

  Aktif pada senja hari

 

  Gejala serangan : ditandai dengan tanaman atau tangkai daun rebah, karena dipotong pada pangkalnya

 

  Tanaman inang : tanaman muda yang baru ditanam seperti cabai, tomat, terung, bayan, kangkung, paria, kacang panjang, dll.

 

Uret (Holotrichia sp.)

 

Larva berwarna putih dengan bentuk tubuh membengkok Aktif pada senja hari Gejala serangan : ditandai dengan tanaman atau tangkai daun rebah, karena dipotong pada pangkalnya • Tanaman inang : tanaman muda yang baru ditanam seperti cabai, tomat, terung, bayan, kangkung, paria, kacang panjang, dll.

 

Orong-orong (Gryllotalpa sp.)

 

  Serangga berwarna coklat kehitaman

 

  Aktif pada senja hari

 

  Gejala serangan : ditandai dengan tanaman atau tangkai daun rebah, karena dipotong pada pangkalnya

 

  Tanaman inang : tanaman muda yang baru ditanam seperti cabai, tomat, terung, bayam, kangkung, paria, kacang panjang, bawang merah dll.

 

GOLONGAN PENYAKIT

 

NO

NAMA PENYAKIT

PATOGEN PENYEBAB PENYAKIT

1.

Bercak daun alternaria

Cendawan Alternaria porri

2.

Busuk daun antraknos/ otomatis

Cendawan Colletotrichum gloeosporioides

3.

Embun bulu

Cendawan Peronospora

destructor


 

4.

Layu fusarium

Cendawan Fusarium oxysporum

5.

Busuk leher akar

Cendawan Botrytis allii

 

Trotol/ mati pucuk (Alternaria porri)

 

  Penyakit bercak ungu atau trotol disebabkan oleh cendawan Alternaria porri.

 

  Patogen ditularkan melalui udara. Penyakit ini akan berkembang dengan cepat pada kondisi kelembaban tinggi dan suhu udara rata-rata di atas 26o C.

 

     Gejala serangan ditandai dengan terdapatnya bintik lingkaran berwarna ungu pada pusatnya, yang melebar menjadi semakin tipis. Bagian yang terserang umumnya berbentuk cekungan.

 

   Tanaman inangnya antara lain ialah bawang merah, bawang putih, bawang daun, dan tanaman bawang-bawangan lainnya. Antraknos/ Otomatis (Colletotrichum gloeosporioides)

 

  Penyakit otomatis atau antraknos pada bawang merah

 

disebabkan oleh dua jenis cendawan yaitu C. gloeosporioides dan C. capsici.

 

Kisaran inang C. gloeosporioides lebih luas daripada kisaran inang C. capsici, tetapi keduanya patogenik terhadap semua jenis bawang-bawangan seperti bawang merah, bawang putih, bawang bombay, dan bawang daun.

 

  Gejala serangan ditandai adanya bercak putih yang melekuk ke dalam. Pada bagian tengah bercak terdapat kumpulan titik hitam yang merupakan kelompok spora. Embun bulu/ lodoh (Peronospora destructor)

 

  Penyakit embu bulu atau busuk daun (downy mildew)

 

disebabkan oleh cendawan Peronospora destructor yang menyerang tanaman bawang merah, bawang daun, dan bawang-bawangan lainnya

 

  Patogen penyakit embun bulu ditularkan melalui angin.

 

     Gejala serangan pada tanaman bawang merah ditandai daun berwarna pucat dan menguning. Bila udara lembab, daun yang terserang akan menunjukkan bintik-bintik berwarna ungu dan membusuk, sedangkan bila udara kering daun yang terserang akan menunjukkan bintik-bintik putih.


  Kondisi optimum untuk perkembangan penyakit ini ialah pada suhu 15o C dan kelembaban tinggi terjadi selama 6-12 jam.

 

  Penyakit layu fusarium

 

disebabkan oleh cendawan Fusarium oxysporum.

 

  Patogen ditularkan melalui udara dan air.

 

  Gejala serangan ditandai tanaman menjadi layu, mulai dari daun bagian bawah.

 

     Tanaman inangnya antara lain ialah buncis, cabai kentang, kacang panjang, labu, mentimun, oyong, paria, seledri, semangka, tomat, dan terung. Penyakit layu fusarium Penyakit busuk leher akar (Botrytis allii)

 

  Penyakit busuk leher akar

 

disebabkan oleh cendawan Botrytis allii

 

  Patogen ditularkan melalui udara. Penyakit ini akan berkembang dengan cepat pada kondisi kelembaban tinggi dan suhu udara rata-rata di atas 15-20oC, lahan yang becek dan lembab

 

  Gejala serangan ditandai dengan leher tanaman melunak kemudian membusuk

 

   Tanaman inangnya antara lain ialah bawang merah, bawang putih, bawang daun, dan tanaman


MATERI 3

 

MENGENAL DAN PEMANFAATAN MUSUH ALAMI SAHABAT PETANI

 

   Musuh alami yaitu setiap organisme yang meliputi spesies, subspesies, varietas, semua jenis serangga, nematoda, protozoa, cendawan fungi, bakteri, virus, mikoplasma, serta organisme lainnya dalam semua tahap perkembangannya yang dapat dipergunakan untuk keperluan pengendalian hama dan penyakit atau organisme pengganggu, proses produksi, pengolahan hasil pertanian, dan berbagai keperluan lainnya.

 

   Musuh alami terdiri atas Parasitoid, Predator, dan Patogen serangga Musuh Alami OPT Musuh Alami OPT

 

   Parasitoid adalah serangga parasitik (parasitic insect), yaitu serangga yang memarasit serangga lain yang lebih besar, khususnya serangga hama.Istilah parasitoid banyak digunakan oleh ahli Entomologi. Parasitoid dapat menyerang setiap instar serangga meskipun instar dewasa yang paling jarang terparasit

 

    Predator adalah hewan yang memangsa hewan lain. Predator membunuh beberapa individu mangsa selama satu siklus hidup

 

Patogen serangga adalah organisme yang dapat menyebabkan penyakit pada serangga. Seperti halnya tumbuhan, manusia dan hewan lainnya, serangga dan tungau juga dapat terinfeksi patogen. Yang termasuk dalam patogen serangga antara lain adalah bakteri, cendawan, virus dan nematoda.

 

Hemiptarsenus varicornis

 

H. varicornis merupakan parasitoid larva hama L. huidobrensis dan mampu memparasit

L. huidobrensis sampai dengan 40.63%. Siklus hidup berkisar antara 12 16 hari. Satu ekor betina mampu menghasilkan telur sebanyak 24 42 butir. Hemiptarsenus varicornis

 

  Eriborus argenteopilosus

 

merupakan parasitoid larva hama S. litura dan H. armigera.

 

Aktivitas parasitoid tersebut sebagian besar terjadi pada pagi hari (pukul 8.00 – 11.00). Siklus hidup berkisar antara 17 - 18 hari. Seekor betina mampu meletakkan telur sebanyak 160 butir. Eriborus argenteopilosus T. chilonis merupakan parasitoid telur hama H. armigera. Serangga dewasa berbentuk tabuhan kecil, panjang tubuhnya sekitar 0.5 mm.Tingkat parasitasi sekitar 60 – 70%. Siklus hidup 10 - 11 hari. Seekor betina mampu menghasilkan telur sebanyak 20 – 50 butir. Trichogramma chilonis


  M. sexmaculatus

 

Merupakan predator penting hama B. tabaci, T. parvispinus dan berbagai kutudaun. Satu ekor M. sexmaculatus mampu memangsa B. tabaci sebanyak 50 ekor B. tabaci, 200 kutudaun dan 17 thrips/hari. Aktivitasnya terjadi antara pukul 09.00 – 13.00. Siklus hidup berkisar antara 3 – 5 minggu. Menochilus sexmaculatus

 

  Rhinocoris sp.

 

Merupakan predator penting hama H. armigera dan S. litura. Imago sangat aktif menyerang mangsa dengan cara menjepit dan mengisap tubuh mangsa menjadi mengkerut dan mengering. Siklus hidup 12 minggu. Satu ekor mampu memangsa 9-10 ekor larva S. litura. Rhinocoris sp.

 

  BEUVERIA bassiana

 

adalah jenis jamur yang tergolong dalam klas Deuteromycetes

 

  B. bassiana masuk ke tubuh serangga melalui kulit di antara ruas-ruas tubuh.

 

   Gejala yang terlihat adalah larva menjadi kurang aktif kemudian kaku dan diikuti oleh perubahan warna tubuh karena dinding tubuhnya sudah ditutupi oleh hifa dan hibrida yang berwarna putih seperti kapas. Aplikasi di lapangan berupa suspensi (biakan jagung blender) dalam air, langsung disemprotkan di habitat hama pagi hari atau sore hari. Dosis 1 kg/ha cukup efektif terhadap kutudaun dan trips. Beauveria bassiana

 

  Spodoptera litura nuclear-polyhedrosis virus (SlNPV)

 

merupakan salah satu virus patogen yang menginfeksi ulat grayak, S. litura.

 

   SlNPV efektif mengendalikan ulat grayak dan berpeluang untuk dikembangkan sebagai bioinsektisida dalam skala komersial. Virus patogen serangga ini mempunyai beberapa sifat menguntungkan, antara lain:

 

(1)    memiliki inang spesifik, yakni ulat grayak;

 

(2)    tidak membahayakan organisme bukan sasaran dan lingkungan;

 

(3)    dapat mengatasi masalah resistensi ulat grayak terhadap insektisida; dan

 

(4)       kompatibel dengan komponen pengendalian lainnya. Spodoptera exigua nuclear- polyhedrosis virus (S

 

KATAK, CAPUNG DLL


MATERI 4 PENGENDALIAN OPT BAWANG MERAH

 

Bawang merah merupakan tanaman yang memiliki banyak fungsi baik dari segi kesehatan atau juga sebagai bahan pangan (bumbu) masakan. Sebagai bahan baku bumbu masakan dan dapat digunakan sebagai obat, permintaan akan bawang merah relatif stabil dan cenderung mengalami peningkatan dari waktu ke waktu. Permintaan yang stabil dan cenderung naik menjadikan komoditas bawang merah merupakan salah satu komoditas potensial yang akan menguntungkan ketika dikembangkan dalam skala usaha yang besar. Akan tetapi, pengembangan komoditas bawang merah senantiasa mengalami kendala seperti penguasaan teknologi budidaya yang rendah, musim yang tidak menentu, dan adanya serangan organisme pengganggu tanaman. Serangan organisme pengganggu tanaman merupakan salah satu yang membuat penurunan hasil bawang merah, baik dari sisi kualitas atau juga kuantitas.

 

JENIS PENGENDALIAN

 

A.   Pengendalian prefentif /preemtif

yaitu pengendalian yang di laksanakan sebelum adanya serangan oleh OPTyang meliputi:

1.  kultur teknis

2.  Pemanfaatan musuh alami

3.  Penanaman tanaman bunga bungaan (Refugia)

4.  Pemasangan trap Likat kuning

 

B.   Pengendalian Kuratif /korektif

yaitu pengendalian yang dilaksanakan setelah adanya serangan OPT meliputi: 1.Pengendalian fisik mekanik

2.Pengendalian hayati/biologis

3.  Pengendalian Kimiawi secara bijaksana

 

 

Beberapa OPT yang sering berada di pertanaman bawang merah adalah sebagai berikut:

 

1.  Ulat bawang (Spodoptera exigua Hubner)


 


 

Gejala

Ulat bawang menyerang sejak pertumbuhan awal bawang (1-10hst) hingga fase pemasakan umbi (51-65 hst). Ulat muda segera melubangi ujung daun kemudian masuk ke dalam daun bawang. Daun bawang kemudian terlihat bercak-bercak putih transparan.

 

Pengendalian

a.   Penanaman varietas toleran dan dengan kultur teknis yang lainnya (mangatur waktu tanam, penanaman serentak, pergiliran tanaman, dan dengan tumpang sari). Cara lain adalah dengan sanitasi, pengolahan tanah, pengelolaan air yang baik, dan mengatur jarak tanam.

 

b.    Pengumpulan ulat telur dan kelompok ulat secara mekanis, pemasangan lampu perangkap, penggunaan sungkup kain kasa, dan pemsangan kelambu sampai tanaman berumur 1 minggu sebelum tanam.

 

c.  Menggunaan agens hayati seperti NPV, Metarrhizium sp, dan Beauveria sp.

 

d.  Aplikasi pestisida kimia sintetik seperti Emamectin benzoate,Brofanilida

 

2.  Penggorok daun bawang

 

Gejala

Gejala serangan berupa bintik-bintik putih akibat tusukan ovipositor dan berupa liang korokan larva yang berkelok-kelok. Serangan terjadi pada saat fase awal pertumbuhan sampa fase pematangan umbi. Pada serangan yang berat, hampir seluruh helaian daun penuh dengan korokan sehingga menjadi kering dan berwarna coklat seperti terbakar.

 

Pengendalian

a.     Penanaman varietas toleran, budidaya tanaman sehat, pergiliran tanaman dan penanaman tanaman perangkap, penggunaan mulsa plastik, dan pemasangan perangkap lalat.


b.   Penggunaan parasite Hemiptarsenus varicornis, Opius sp, Neochrysosharis sp, dan Asecodes sp.

 

c.  Aplikasi pestisida kimia sintesis seperti kartap hidroksida,Siantraniliprol,Abamectin

 

3.  Antraknosa (Colletotrichum gloesporioides)

 

Gejala

Daun terlihat bercak putih dengan ukuran 1-2 mm kamudian melebar dan menjadi berwarna kehijauan. Tanaman mendadak mati, daun bawah rebah karena pangkal daun mengecil.

 

Pengendalian

a.  Mengatur waktu tanam yang tepat dan menggunakan benih dari indukan yang sehat.

 

b.  Sanitasi dan pembakaran sisa-sisa tanaman yang sakit

c.  Aplikasi agen hayati Tricoderma sp

 

d.  Eradikasi selektif terhadap tanaman terserang jika hasil serangan ringan (<10%).

e.  Pestisida kimia Bahan Aktif Prokloras dan propikonazol,Tembaga Oksida

 

4.  Penyakit moler (Fusarium oxysporum)

 

Gejala

Daun menguning dan akar mudah dicabut. Pada umbi terdapat cendawan berwarna keputih-putihan dan jika umbi dipotong membujur tampak ada pembusukan. Tanaman yang terserang daunnya mati dari ujung dengan cepat.

 

Pengendalian

a.  Menanam benih sehat

 

b.  Eradikasi selektif terhadap tanaman yang terserang

 

c.  Menggunakan agens hayati seperti Trichoderma sp dan Gliocladium sp dalam kompos yang diberikan dalam lubang tanam pada saat penanaman.

d.  Pestisida kimia Bahan Aktif Prokloras dan propikonazol,Tembaga Oksida

 

5.  Bercak ungu atau trotol (Alternaria porii)

 

Gejala

Pada daun terdapat bercak melekuk, berwarna putih atau kelabu. Pada serangan

lanjutan bercak tampak menyerupai cincin, warna agak keunguan dengan tepi agak


kemerahan atau keunguan yang dikelilingi zona kuning yang dapat meluas ke atas atau ke bawah bercak. Dan ujung daun menguning. Umbi tampak membusuk dan berair yang berwarna kuning atau merah kecoklatan. Seangan lanjut menyebabkan aringan umbi menjadi kering, berwarna gelap, dan bertekstur seperti kertas.

 

Pengendalian

a.   Pengaturan waktu tanam, penggunaan benih sehat, pergiliran tanaman dengan non genus allium

b.  Sanitasi dan pembakaran sisa-sisa tanaman sakit

c.  Menggunakan agens hayati seperti Trichoderma sp dan Gliocladium sp dalam kompos yang diberikan dalam lubang tanam pada saat penanaman.

d.  Pestisida kimia Bahan Aktif Prokloras dan Propikonazol,Tembaga Oksida


MATERI 5

 

PERBANYAKAN AGEN HAYATI TRICODERMA SP

 

Trichoderma merupakan cendawan antagonis yang telah dikenal oleh banyak kalangan sebagai agens pengendali hayati penyakit tanaman. Penelitian dan pengembangan Trichoderma terus dilakukan untuk mencapai efisiensi dan efektifitasnya, termasuk kemudahan dalam aplikasi. Beberapa pihak lebih   banyak mengembangkan Trichoderma dalam media padat daripada dalam media cair. Hal ini lebih disebabkan kebiasaan yang telah dilakukan dari masa ke masa, juga karena tingkat kerumitan metode perbanyakan pada media cair yang menuntut keaseptisan proses pelaksanaannya. Namun dibalik kelemahan tersebut, perbanyakan Trichoderma pada media cair memiliki beberapa kelebihan yang belum banyak diketahui banyak pihak, antara lain kemudahan dalam aplikasi dan terpacunya produksi metabolit sekunder yang sejatinya merupakan bahan aktif yang berperan penting dalam pengendalian penyakit tanaman.

Kemampuan berkembang Trichoderma pada media cair memang telah menjadi perdebatan. Sebagian menganggap bahwa Trichoderma tidak dapat diperbanyak pada media cair, namun hal ini telah dibantah oleh sebagian ahli di bidang pengendalian hayati, termasuk dalam hal ini penulis telah membuktikan bahwa Trichoderma dapat diperbanyak dengan media cair, namun harus memenuhi syarat penggojokan dan diberi tambahan oksigen steril dari luar,

Berdasarkan percobaan yang penulis lakukan, perbanyakan Trichoderma pada media cair mampu meningkatkan jumlah konidia sebesar 73,839 x106 /ml dalam waktu 7 hari serta meningkatkan viabilitas konidia sebesar 8,62%.

Langkah-langkah Perbanyakan Trichoderma dalam Media Cair

 

1.                Pembuatan media cair (Ekstrak Kentang Gula/EKG)

1)          Dikupas kentang kemudian dicuci hingga bersih

2)          Dipotong kecil-kecil (seperti dadu) kemudian ditimbang sebanyak 200 gram

3)          Disiapkan air steril sebanyak 1000 ml, didihkan.

4)          Dimasukan potongan kentang tersebut ke dalamnya.

5)       Diangkat potongan-potongan kentang jika warna kentang sudah mulai pucat dan agak lunak (sehingga tersisa ekstraknya)

6)          Disaring ekstrak kentang.

7)       Direbus kembali kemudian masukkan masukkan 20 gram dekstrose ke dalamnya sedikit demi sedikit.

8)       Diaduk hingga homogen dan tambahkan air sedikit demi sedikit hingga volumenya tetap 1000 mL.

9)       Disterilkan EKG menggunakan otoklaf dengan suhu 1210 C, tekanan 15 atm, selama 30 menit.

10)     Media EKG siap digunakan

 

2.            Perbanyakan Trichoderma dalam media cair


1)       Starter Trichoderma diinokulasikan ke dalam media EKG yang sudah dingin menggunakan jarum ose.

2)       Buat instalasi tabung perbanyakan secara berurutan; larutan PK (sebagai sterilan udara), serabut   wol   (sebagai   filter   udara),   media   EKG   + starter Trichoderma, dan air indikator

3)       Gojok Trichoderma dalam EKG menggunakan orbital shaker selama 7-14 hari dengan kecepatan 150 rpm.

4)       Trichoderma sudah dapat dipanen jika sudah terlihat massa spora di dinding tabung.

5)       Trichoderma hasil perbanyakan media cair siap diaplikasikan jika telah memenuhi syarat uji kualitas/mutu.

 




MATERI 6

 

PENGGUNAAN PESTISIDA DENGAN BIJAKSANA DENGAN SISTEM 6 TEPAT

Pengendalian hama terpadu (PHT) menggunaan pestisida merupakan langkah terakhir dalam mengendalikan OPT, karena PHT mengedepankan pengelolaan agroekosisitem dengan memadukan teknik-teknik pengendalian OPT yang ramah lingkungan. Pengambilan keputusan adalah hal penting dalam penggunaan pestisida, pengambilan keputusan yang tidak tepat dapat merugikan selain dari segi lingkungan tentunya juga dari sisi ekonomi karena biaya yang di keluarkan.

 

Pengamatan petakan yang di curigai adalah langkah pertama yang harus di lakukan untuk memutuskan perlu/tidak nya menggunakan pestisida dalam mengendalikan OPT (Organisme Pengganggu Tumbuhan).

 

Pengamatan adalah proses untuk mengentahui intensitas serangan/populasi OPT pada lingkungan pertanaman dan perubahan iklim. Jika memang hasil pengamatan menunjukan bahwa intensitas serangan/populasi OPT melampaui ambang ekonomi/ambang pengendalian maka keputusan yang di ambil adalah menggunakan pestisida.

 

Tentunya meskipun harus menggunakan pestisida ada prinsip 6 tepat penggunaan pestisida yang harus diperhatikan:

 

·         Tepat Jenis

 

Untuk tepat jenis perstisida yaitu didasarkan pada selektifitas pestisida diantaranya :

 

1.      Selektifitas pestisida adalah pengaruh maksimal yang di timbulkan pestisida terhadap hama (OPT) sasaran dan pengaruh minimal terhadap manusia , musuh alami dan lingkungan.

2.      Selektifitas fisiologi adalah selektifitas yang disebabkan dari perbedaan kepekaan (sensitivitas) fisiologi hama terhadap jenis pestisida yang digunakan.

3.      Selektivitas ekologi yaitu selektifitas yang disebabkan saat aplikasi, cara aplikasi, formulasi pestisida, dan lokasi pertanaman yang diaplikasikan pestisida.

 

Dengan kata lain semua jenis pestisida belum tentu dianjurkan untuk mengendaliakn semua jenis OPT pada semua tanaman.

 

Oleh karena itu pilih jenis pestisida yang dianjurkan untuk mengendalikan satu jenis OPT pada satu jenis tanaman, informasi tersebut dapat dilihat di label kemasan pestisida.

 

·         Tepat Sasaran

 

Penggunaan pestisida harus disesuaikan pada jenis OPT sasaran, sebelum menggunakan pestisida, diawali dengan pengamatan untuk mengetahui jenis OPT yang


menyerang, langkah selanjutnya memilih jenis pestisida yang sesuai dengan OPT tersebut, berikut adalah jenis pestisida dan OPT sasaran :

 

·         Insektisida Serangga

·         Fungisida Penyakit yang disebabkan oleh cendawan

·         Akarisida Tungau/hama yang digolongkan karina

·         Rodentisida Binatang pengerat (tikus)

·         Molluskisida – Siput atau molluska

·         Nematisida Nematoda

·         Bakterisida Penyakit yang disebabkan oleh bakteri

·         Herbisida Rumput liar atau gulma

 

Tepat Dosis/konsentrasi

 

Ketidak tepatan dosis/konsentrasi dapat menimbulkan resistensi, resurjensi, terbunuhnya musuh alami bahkan residu pada hasil panen yang membahayakan konsumen.

 

Dosis atau konsentrasi harus sesuai dengan rekomendasi anjuran karena telah terbukti efektif mengendalikan OPT pada satu jenis tanama, informasi dosis dan konsentrasi penggunaan pestisida dapat dilihat pada label kemasan pestisida,

 

Berikut dampak negatif akibat pengunaan dosis/konsentrasi penggunaan pestisida yang tidak tepat.

 

·         Resistensi adalah kemampuan yang berkembang dalam satuan strain serangga untuk mentoleransi dosis bahan beracun yang terbukti sebagian mematikan sebagian besar inidividu dalam populasi normal dan spesies yang sama, atau dengan kata lain ketahanan hama (OPT) terhadap pestisida bertambah.

·         Resurjensi adalah meningkatnya populasi hama, setelah penggunaan pestisida yang berspektrum luas,di sebabkan karena terbunuhnya musuh alami.

·         Residu pestisida adalah pestisida yang masih tersisa pada bahan pangan hasil pertanian, dimana dalam proses pertumbuhan/perawatannya melalui berbagai kontak dengan pestisida.

 

Tepat Waktu

 

Waktu yang paling tepat dalam penggunaan pestisida yaitu saat populasi OPT/intensitas serangan telah mencapai ambang ekonomi dan ambang pengendalian.

 

·         Ambang ekonomi adalah kepadatan populasi hama (OPT)/intensitas serangan yang memerlukan pengendalian untuk mencegah peningkatan populasi/intensitas serangan yang lebih merugikan.

·         Ambang pengendalian adalah populasi hama yang memerlukan tindakan untuk mencegah pertumbuhan populasi yang lebih merugikan.

 

Waktu penyemprotan pertimbangan dalam prinsip 6 tepat penggunaan pestisida yaitu pagi, sore atau malam hari, disesuaikan dengan kondisi bioekologi OPT yang rentan.


·         Tepat Cara/Aplikasi

 

Pada umumnya cara pengaplikasian pestisida biasanya di semprotkan, namun tidak semua jenis OPT dapat di kendalikan dengan disemprot.

 

Pada jenis OPT tertentu dan pada tanaman tertentu, penggunaan pestisida dapat dilakukan dengan perendaman ,penaburan, pengemposan, pengolesan dan lain sebagainya, informasi dapat dilihat dilabel pada kemasan pestisida,

 

Adapun cara pengunaan/pengaplikasian pestisida jika di semprotkan diantaranya:

 

·         Peralatan seprot tidak bocor

·         Keadaan cuaca cerah (RH 70%) kecepatan angin 4-6 Km/jam

·         Cara nyemprot : searah angin, kecepatan jalan 4 km/jam, jarak spuyer dengan bidang semprot 30 cm.

 

 

 

·         Tepat mutu

 

Tepat mutu adalah pestisida yang di gunakan harus dengan mutu baik, untuk itu gunakan pestisida yang sudah terdaftar dan di izinkan pada komisi pestisida.

 

Jangan gunakan pestisida yang tidak terdaftar, rusak, kadaluarsa, atau bahkan diduga palsu, karena efikasinya diragukan dan bahkan bisa mengganggu pertumbuhan tanaman. (Sofyan widodo/Penyuluh Pertanian Pelaksana Pemula).


MATERI 7

 

PRAKTIKUM APLIKASI AGEN HAYATI

 

Petani melaksanakan pengendalian menggnakan Agen hayati

Tidak ada komentar: