MATERI SEKOLAH LAPANG TANAMAN BAWANG MERAH MATERI 1
PRINSIP PHT
Pengendalian Hama Terpadu (PHT) adalah suatu konsepsi atau cara berpikir
mengenai pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) dengan
pendekatan ekologi yang bersifat multi disiplin untuk
mengelola populasi hama dan penyakit
dengan memanfaatkan beragam
taktik pengendalian yang kompatibel dalam suatu kesatuan
koordinasi pengelolaan. Karena PHT merupakan
suatu sistem pengendalian yang menggunakan
pendekatan ekologi, maka pemahaman tentang biologi dan ekologi hama dan penyakit menjadi
sangat penting. Ada empat prinsip
dasar yang mendorong
penerapan PHT secara nasional,terutama dalam rangka program
pembangunan berkelanjutan yang
berwawasan lingkungan. Beberapa prinsip yang mengharuskannya PHT pada tanaman
sayuran adalah seperti dinyatakan
dalam uraian berikut ini.
1. Budidaya tanaman sehat
Budidaya tanaman
yang sehat dan kuat menjadi bagian penting dalam program pengendalian hama dan penyakit. Tanaman yang sehat akan mampu
bertahan terhadap serangan hama dan
penyakit dan lebih cepat mengatasi kerusakan akibat serangan hama dan penyakit tersebut. Oleh karena itu,
setiap usaha dalam budidaya tanaman paprika seperti
pemilihan varietas, penyemaian, pemeliharaan tanaman sampai penanganan hasil panen
perlu diperhatikan agar diperoleh pertanaman yang sehat, kuat dan produktif, serta hasil panen yang tinggi.
2. Pemanfaatan musuh alami
Pengendalian hayati dengan memanfaatkan musuh alami yang potensial merupakan tulang punggung PHT. Dengan
adanya musuh alami yang mampu menekan populasi hama, diharapkan di dalam agroekosistem terjadi keseimbangan populasi
antara hama dengan musuh alaminya,
sehingga populasi hama tidak melampaui
ambang toleransi tanaman.
3. Pengamatan rutin atau pemantauan
Agroekosistem
bersifat dinamis, karena banyak faktor di dalamnya yang saling mempengaruhi satu sama lain. Untuk dapat mengikuti perkembangan populasi hama dan musuh alaminya
serta untuk mengetahui
kondisi tanaman, harus dilakukan pengamatan
secara rutin. Informasi yang diperoleh digunakan
sebagai dasar tindakan
yang akan dilakukan.
4.Petani sebagai ahli PHT
Penerapan PHT harus disesuaikan dengan keadaan ekosistem
setempat. Rekomendasi PHT
hendaknya dikembangkan oleh petani sendiri. Agar petani mampu menerapkan PHT, diperlukan usaha
pemasyarakatan PHT melalui pelatihan baik secara formal maupun
informal.
Hal-hal yang diperlukan untuk penerapan PHT
Berdasarkan prinsip-prinsip yang telah dikemukakan, maka untuk penerapan PHT diperlukan
komponen teknologi, sistem pemantauan yang tepat, dan petugas atau petani yang terampil
dalam penerapan komponen teknologi PHT.
Agroekosistem adalah sebuah sistem lingkungan
yang telah dimodifikasi dan dikelola
oleh manusia untuk kepentingan produksi pangan, serat dan berbagai produk pertanian
lain (Conway, 1987).
Agroekosistem adalah komunitas tanaman
dan hewan yang berinteraksi dengan lingkungan
fisik dan kimia yang telah dimodifikasi oleh maanusia untuk memproduksi bahan makan, serat, bahan bakar dan produk
lainnya untuk konsumsi manusia dan prosesing.
MATERI 2
OPT
(ORGANISME PENGGANGGU TUMBUHAN) BAWANG MERAH
• Kelompok hama tanaman, yaitu kelompok OPT yang penyebabnya dapat dilihat dengan
mata telanjang.
• Kelompok penyakit tanaman, yaitu kelompok OPT yang penyebabnya tidak dapat dilihat
dengan mata telanjang.
A. GOLONGAN HAMA
Lalat pengorok
daun (Liriomyza sp.)
• Serangga dewasa berupa lalat kecil
yang berukuran ± 2 mm
• Larva aktif mengorok dan membuat lubang
pada jaringan daun
• Gejala serangan
: pada daun terdapat bintik-bintik putih dan alur korokan yang berwarna putih
• Tanaman inang : cabai, tomat, seledri, kentang, kangkung,
dll.
Ulat Bawang (Spodoptera exigua)
• Larva berbentuk bulat panjang berwarna
hijau atau coklat
• Imago aktif
pada malam hari
• Gejala serangan : ditandai dengan timbulnya bercak-bercak putih transparan pada daun
• Tanaman inang
: bawang kucai,
bawang daun, bawang
putih, cabai, jagung, dll.
Ulat Grayak (Spodoptera litura)
• Warna ulat bervariasi tergantung jenis makanannya
• Mempunyai tanda hitam yang menyerupai kalung pada lehernya
• Aktif pada senja hari
• Gejala serangan
: daun berlubang-lubang tidak beraturan
• Tanaman inang : cabai, bawang me
Ulat tanah (Agrotis ipsilon)
• Ulat berwarna
hitam keabu-abuan
• Aktif pada senja hari
• Gejala serangan : ditandai
dengan tanaman atau tangkai daun rebah, karena dipotong pada
pangkalnya
• Tanaman
inang : tanaman muda yang baru ditanam seperti cabai, tomat, terung, bayan, kangkung, paria, kacang panjang,
dll.
Uret (Holotrichia sp.)
• Larva berwarna putih dengan bentuk
tubuh membengkok • Aktif pada senja hari • Gejala
serangan : ditandai dengan tanaman atau tangkai daun rebah, karena
dipotong pada pangkalnya • Tanaman
inang : tanaman muda yang baru ditanam seperti cabai, tomat, terung,
bayan, kangkung, paria, kacang
panjang, dll.
Orong-orong (Gryllotalpa sp.)
• Serangga berwarna
coklat kehitaman
• Aktif pada senja hari
• Gejala
serangan : ditandai dengan tanaman atau tangkai daun rebah, karena dipotong pada pangkalnya
• Tanaman inang : tanaman
muda yang baru ditanam seperti
cabai, tomat, terung,
bayam, kangkung, paria, kacang panjang, bawang merah dll.
GOLONGAN PENYAKIT
NO |
NAMA PENYAKIT |
PATOGEN PENYEBAB PENYAKIT |
1. |
Bercak daun alternaria |
Cendawan Alternaria porri |
2. |
Busuk daun antraknos/ otomatis |
Cendawan
Colletotrichum gloeosporioides |
3. |
Embun bulu |
Cendawan Peronospora destructor |
4. |
Layu fusarium |
Cendawan Fusarium oxysporum |
5. |
Busuk leher akar |
Cendawan Botrytis allii |
Trotol/ mati pucuk
(Alternaria porri)
• Penyakit bercak ungu atau trotol disebabkan oleh cendawan Alternaria porri.
• Patogen ditularkan melalui
udara. Penyakit ini akan berkembang dengan cepat pada kondisi kelembaban tinggi dan suhu udara rata-rata
di atas 26o C.
• Gejala serangan
ditandai dengan terdapatnya bintik lingkaran berwarna
ungu pada pusatnya, yang melebar menjadi semakin
tipis. Bagian yang terserang umumnya berbentuk
cekungan.
• Tanaman
inangnya antara lain ialah bawang merah, bawang putih, bawang daun, dan tanaman
bawang-bawangan lainnya. Antraknos/ Otomatis (Colletotrichum gloeosporioides)
• Penyakit otomatis atau antraknos pada bawang merah
disebabkan oleh dua jenis cendawan yaitu C. gloeosporioides dan C. capsici.
Kisaran inang C. gloeosporioides lebih luas daripada
kisaran inang C. capsici, tetapi
keduanya patogenik terhadap
semua jenis bawang-bawangan seperti bawang merah,
bawang putih, bawang bombay, dan bawang daun.
• Gejala serangan
ditandai adanya bercak putih yang melekuk ke dalam. Pada bagian tengah
bercak terdapat kumpulan titik hitam yang merupakan kelompok spora.
Embun bulu/ lodoh (Peronospora destructor)
• Penyakit embu bulu atau busuk daun (downy
mildew)
disebabkan oleh cendawan Peronospora destructor yang menyerang
tanaman bawang merah,
bawang daun, dan bawang-bawangan lainnya
• Patogen penyakit
embun bulu ditularkan melalui angin.
• Gejala serangan
pada tanaman bawang merah ditandai
daun berwarna pucat dan menguning. Bila udara lembab,
daun yang terserang
akan menunjukkan bintik-bintik berwarna ungu dan membusuk, sedangkan bila udara kering daun
yang terserang akan menunjukkan bintik-bintik putih.
• Kondisi optimum
untuk perkembangan penyakit
ini ialah pada suhu 15o C dan kelembaban tinggi
terjadi selama 6-12 jam.
• Penyakit layu fusarium
disebabkan oleh cendawan Fusarium
oxysporum.
• Patogen ditularkan melalui udara dan air.
• Gejala serangan
ditandai tanaman menjadi
layu, mulai dari daun bagian bawah.
• Tanaman inangnya
antara lain ialah buncis, cabai kentang, kacang panjang, labu, mentimun,
oyong, paria, seledri, semangka, tomat, dan terung. Penyakit layu fusarium Penyakit
busuk leher akar (Botrytis allii)
• Penyakit busuk leher
akar
disebabkan oleh cendawan Botrytis
allii
• Patogen ditularkan melalui
udara. Penyakit ini akan berkembang dengan cepat pada kondisi kelembaban tinggi dan suhu
udara rata-rata di atas 15-20oC, lahan yang becek dan lembab
• Gejala serangan
ditandai dengan leher
tanaman melunak kemudian membusuk
• Tanaman
inangnya antara lain ialah bawang merah, bawang putih, bawang daun, dan tanaman
MATERI 3
MENGENAL DAN PEMANFAATAN MUSUH ALAMI SAHABAT
PETANI
• Musuh
alami yaitu setiap organisme yang meliputi spesies, subspesies, varietas, semua jenis serangga, nematoda, protozoa,
cendawan fungi, bakteri, virus,
mikoplasma, serta organisme lainnya
dalam semua tahap perkembangannya yang dapat dipergunakan untuk keperluan pengendalian hama dan penyakit
atau organisme pengganggu, proses produksi, pengolahan hasil pertanian, dan berbagai keperluan
lainnya.
• Musuh
alami terdiri atas Parasitoid, Predator, dan Patogen serangga Musuh Alami OPT Musuh Alami OPT
•
Parasitoid
adalah serangga parasitik (parasitic insect), yaitu serangga
yang memarasit serangga lain yang lebih besar, khususnya
serangga hama.Istilah parasitoid banyak digunakan oleh ahli Entomologi. Parasitoid dapat menyerang
setiap instar serangga
meskipun instar dewasa
yang paling jarang terparasit
•
Predator adalah hewan yang memangsa
hewan lain. Predator
membunuh beberapa individu mangsa selama satu siklus hidup
Patogen serangga adalah organisme yang
dapat menyebabkan penyakit pada serangga. Seperti
halnya tumbuhan, manusia dan hewan lainnya, serangga dan tungau juga dapat terinfeksi patogen. Yang termasuk dalam patogen serangga antara lain adalah
bakteri, cendawan, virus dan nematoda.
Hemiptarsenus varicornis
H. varicornis merupakan parasitoid larva hama L. huidobrensis dan mampu memparasit
L. huidobrensis sampai dengan 40.63%.
Siklus hidup berkisar
antara 12 – 16 hari. Satu ekor betina mampu menghasilkan
telur sebanyak 24 – 42 butir.
Hemiptarsenus varicornis
• Eriborus argenteopilosus
merupakan parasitoid larva hama S. litura dan H.
armigera.
Aktivitas parasitoid tersebut sebagian
besar terjadi pada pagi hari (pukul 8.00 – 11.00). Siklus hidup berkisar antara 17 - 18 hari. Seekor betina mampu meletakkan telur
sebanyak 160 butir. Eriborus argenteopilosus • T. chilonis
merupakan parasitoid telur hama H. armigera. Serangga
dewasa berbentuk tabuhan
kecil, panjang tubuhnya
sekitar 0.5 mm.Tingkat parasitasi sekitar 60 – 70%.
Siklus hidup 10 - 11 hari. Seekor betina mampu
menghasilkan telur sebanyak 20 – 50 butir.
Trichogramma chilonis
• M. sexmaculatus
Merupakan predator penting hama B.
tabaci, T. parvispinus dan berbagai kutudaun. Satu ekor M. sexmaculatus mampu memangsa B. tabaci sebanyak
50 ekor B. tabaci, 200 kutudaun dan 17 thrips/hari. Aktivitasnya terjadi
antara pukul 09.00 – 13.00. Siklus hidup berkisar antara 3 – 5 minggu.
Menochilus sexmaculatus
• Rhinocoris sp.
Merupakan predator penting hama H. armigera
dan S. litura. Imago sangat aktif menyerang mangsa dengan cara menjepit dan
mengisap tubuh mangsa menjadi mengkerut dan
mengering. Siklus hidup 12 minggu.
Satu ekor mampu memangsa 9-10 ekor larva S. litura. Rhinocoris sp.
• BEUVERIA bassiana
adalah jenis jamur yang tergolong dalam klas Deuteromycetes
• B. bassiana
masuk ke tubuh serangga melalui kulit di antara ruas-ruas
tubuh.
• Gejala
yang terlihat adalah larva menjadi kurang aktif kemudian kaku dan diikuti oleh perubahan warna tubuh karena dinding
tubuhnya sudah ditutupi oleh hifa dan hibrida yang berwarna putih seperti
kapas. Aplikasi di lapangan berupa suspensi (biakan
jagung blender) dalam air, langsung disemprotkan di
habitat hama pagi hari atau sore hari. Dosis 1 kg/ha cukup efektif
terhadap kutudaun dan trips. Beauveria bassiana
• Spodoptera litura nuclear-polyhedrosis virus (SlNPV)
merupakan salah
satu virus patogen
yang menginfeksi ulat grayak, S. litura.
• SlNPV
efektif mengendalikan ulat grayak dan berpeluang untuk dikembangkan sebagai bioinsektisida dalam skala komersial. Virus patogen serangga
ini mempunyai beberapa
sifat menguntungkan, antara
lain:
(1) memiliki inang
spesifik, yakni ulat grayak;
(2) tidak membahayakan organisme bukan sasaran
dan lingkungan;
(3) dapat mengatasi
masalah resistensi ulat grayak terhadap
insektisida; dan
(4)
kompatibel dengan komponen pengendalian lainnya. Spodoptera exigua nuclear- polyhedrosis virus (S
KATAK, CAPUNG DLL
MATERI 4 PENGENDALIAN OPT BAWANG MERAH
Bawang merah
merupakan tanaman yang memiliki banyak fungsi baik dari segi kesehatan
atau juga sebagai
bahan pangan (bumbu)
masakan. Sebagai bahan baku bumbu masakan dan dapat digunakan sebagai obat, permintaan akan bawang merah relatif stabil
dan cenderung mengalami peningkatan dari waktu ke waktu. Permintaan yang
stabil dan cenderung naik
menjadikan komoditas bawang merah merupakan salah satu komoditas potensial
yang akan menguntungkan ketika dikembangkan dalam skala usaha yang besar.
Akan tetapi, pengembangan komoditas bawang merah senantiasa mengalami
kendala seperti penguasaan teknologi
budidaya yang rendah, musim yang tidak menentu, dan adanya serangan organisme
pengganggu tanaman. Serangan
organisme pengganggu tanaman merupakan salah satu yang
membuat penurunan hasil bawang merah, baik dari sisi kualitas atau
juga kuantitas.
JENIS PENGENDALIAN
A.
Pengendalian prefentif
/preemtif
yaitu pengendalian yang di laksanakan sebelum
adanya serangan oleh OPTyang meliputi:
1. kultur teknis
2. Pemanfaatan musuh alami
3. Penanaman tanaman
bunga bungaan (Refugia)
4. Pemasangan trap Likat kuning
B.
Pengendalian Kuratif /korektif
yaitu pengendalian yang dilaksanakan
setelah adanya serangan OPT meliputi: 1.Pengendalian fisik mekanik
2.Pengendalian hayati/biologis
3.
Pengendalian Kimiawi secara bijaksana
Beberapa OPT yang sering berada di pertanaman bawang merah adalah
sebagai berikut:
1. Ulat bawang (Spodoptera exigua Hubner)
Gejala
Ulat
bawang menyerang sejak pertumbuhan awal bawang (1-10hst)
hingga fase pemasakan umbi (51-65 hst). Ulat muda
segera melubangi ujung daun kemudian masuk ke dalam daun bawang. Daun bawang kemudian terlihat
bercak-bercak putih transparan.
a.
Penanaman varietas
toleran dan dengan kultur teknis yang lainnya (mangatur waktu tanam, penanaman serentak, pergiliran
tanaman, dan dengan tumpang sari). Cara lain
adalah dengan sanitasi,
pengolahan tanah, pengelolaan air yang baik,
dan mengatur jarak tanam.
b.
Pengumpulan ulat telur dan kelompok ulat secara mekanis,
pemasangan lampu perangkap, penggunaan sungkup kain kasa,
dan pemsangan kelambu sampai tanaman berumur 1 minggu sebelum tanam.
c. Menggunaan agens
hayati seperti NPV, Metarrhizium sp, dan Beauveria sp.
d. Aplikasi pestisida
kimia sintetik seperti
Emamectin benzoate,Brofanilida
2. Penggorok daun bawang
Gejala
Gejala serangan berupa bintik-bintik
putih akibat tusukan ovipositor dan berupa liang korokan larva yang berkelok-kelok. Serangan terjadi pada saat
fase awal pertumbuhan sampa fase
pematangan umbi. Pada serangan yang berat, hampir seluruh helaian daun penuh dengan korokan
sehingga menjadi kering dan berwarna coklat seperti terbakar.
a.
Penanaman varietas
toleran, budidaya tanaman
sehat, pergiliran tanaman
dan penanaman tanaman
perangkap, penggunaan mulsa plastik, dan pemasangan perangkap lalat.
b.
Penggunaan parasite
Hemiptarsenus varicornis, Opius sp, Neochrysosharis sp, dan Asecodes sp.
c. Aplikasi pestisida kimia sintesis seperti
kartap hidroksida,Siantraniliprol,Abamectin
3. Antraknosa (Colletotrichum gloesporioides)
Gejala
Daun terlihat bercak putih dengan ukuran 1-2 mm kamudian
melebar dan menjadi berwarna
kehijauan. Tanaman mendadak mati, daun bawah rebah karena pangkal daun mengecil.
a. Mengatur waktu
tanam yang tepat
dan menggunakan benih
dari indukan yang sehat.
b. Sanitasi dan pembakaran sisa-sisa tanaman yang sakit
c. Aplikasi agen hayati Tricoderma sp
d. Eradikasi selektif
terhadap tanaman terserang jika hasil serangan
ringan (<10%).
e. Pestisida kimia Bahan Aktif Prokloras dan propikonazol,Tembaga
Oksida
4. Penyakit moler (Fusarium oxysporum)
Gejala
Daun menguning dan akar mudah
dicabut. Pada umbi terdapat cendawan berwarna
keputih-putihan dan jika umbi dipotong membujur tampak ada pembusukan.
Tanaman yang terserang daunnya mati
dari ujung dengan cepat.
a. Menanam benih sehat
b. Eradikasi selektif
terhadap tanaman yang terserang
c.
Menggunakan agens hayati seperti
Trichoderma sp dan Gliocladium sp dalam kompos
yang diberikan dalam lubang
tanam pada saat penanaman.
d. Pestisida kimia Bahan Aktif Prokloras dan propikonazol,Tembaga
Oksida
5. Bercak ungu atau trotol (Alternaria porii)
Gejala
Pada daun terdapat bercak melekuk, berwarna
putih atau kelabu.
Pada serangan
lanjutan bercak
tampak menyerupai cincin,
warna agak keunguan
dengan tepi agak
kemerahan atau keunguan yang
dikelilingi zona kuning yang dapat meluas ke atas atau ke bawah bercak. Dan ujung daun menguning. Umbi tampak membusuk
dan berair yang berwarna kuning
atau merah kecoklatan. Seangan lanjut menyebabkan aringan umbi menjadi
kering, berwarna gelap, dan
bertekstur seperti kertas.
a.
Pengaturan waktu tanam, penggunaan benih sehat, pergiliran tanaman dengan non genus allium
b. Sanitasi dan pembakaran sisa-sisa tanaman sakit
c.
Menggunakan agens hayati seperti
Trichoderma sp dan Gliocladium sp dalam kompos
yang diberikan dalam lubang
tanam pada saat penanaman.
d. Pestisida kimia Bahan Aktif Prokloras dan Propikonazol,Tembaga
Oksida
MATERI 5
PERBANYAKAN AGEN HAYATI TRICODERMA SP
Trichoderma
merupakan cendawan antagonis yang telah dikenal oleh
banyak kalangan sebagai
agens pengendali hayati penyakit tanaman.
Penelitian dan pengembangan Trichoderma terus
dilakukan untuk mencapai
efisiensi dan efektifitasnya, termasuk kemudahan dalam
aplikasi. Beberapa pihak
lebih banyak mengembangkan Trichoderma dalam media padat daripada dalam media cair. Hal ini lebih disebabkan kebiasaan yang telah
dilakukan dari masa ke masa, juga karena tingkat kerumitan metode perbanyakan pada media cair yang menuntut
keaseptisan proses pelaksanaannya. Namun dibalik kelemahan
tersebut, perbanyakan Trichoderma pada media cair memiliki beberapa kelebihan yang belum banyak
diketahui banyak pihak, antara lain
kemudahan dalam aplikasi dan terpacunya produksi metabolit sekunder yang sejatinya merupakan bahan aktif yang
berperan penting dalam pengendalian penyakit
tanaman.
Kemampuan berkembang Trichoderma pada media cair memang telah
menjadi perdebatan. Sebagian
menganggap bahwa Trichoderma tidak
dapat diperbanyak pada media cair, namun hal ini telah
dibantah oleh sebagian
ahli di bidang pengendalian hayati,
termasuk dalam hal ini penulis
telah membuktikan bahwa Trichoderma
dapat diperbanyak dengan media
cair, namun harus memenuhi syarat penggojokan dan diberi tambahan oksigen
steril dari luar,
Berdasarkan percobaan yang penulis lakukan,
perbanyakan Trichoderma
pada media cair mampu meningkatkan jumlah konidia sebesar
73,839 x106 /ml dalam waktu 7 hari serta meningkatkan viabilitas
konidia sebesar 8,62%.
Langkah-langkah Perbanyakan
Trichoderma dalam Media Cair
1.
Pembuatan media cair (Ekstrak
Kentang Gula/EKG)
1)
Dikupas kentang
kemudian dicuci hingga bersih
2)
Dipotong kecil-kecil (seperti
dadu) kemudian ditimbang sebanyak
200 gram
3)
Disiapkan air steril
sebanyak 1000 ml, didihkan.
4)
Dimasukan potongan
kentang tersebut ke dalamnya.
5) Diangkat potongan-potongan kentang jika warna
kentang sudah mulai pucat dan agak
lunak (sehingga tersisa ekstraknya)
6)
Disaring ekstrak
kentang.
7) Direbus kembali
kemudian masukkan masukkan
20 gram dekstrose ke dalamnya sedikit demi sedikit.
8) Diaduk hingga
homogen dan tambahkan air sedikit demi sedikit hingga
volumenya tetap 1000 mL.
9) Disterilkan
EKG menggunakan otoklaf dengan suhu 1210 C, tekanan 15 atm, selama
30 menit.
10) Media EKG siap digunakan
2.
Perbanyakan Trichoderma
dalam media cair
1) Starter Trichoderma diinokulasikan ke dalam media EKG yang sudah dingin menggunakan jarum ose.
2) Buat instalasi tabung perbanyakan secara berurutan; larutan
PK (sebagai sterilan
udara), serabut wol
(sebagai filter udara),
media EKG + starter Trichoderma,
dan air indikator
3) Gojok Trichoderma dalam EKG menggunakan orbital shaker selama 7-14 hari dengan
kecepatan 150 rpm.
4) Trichoderma
sudah dapat dipanen jika sudah terlihat
massa spora di dinding
tabung.
5) Trichoderma
hasil
perbanyakan media cair siap diaplikasikan jika telah memenuhi syarat uji kualitas/mutu.
MATERI 6
PENGGUNAAN
PESTISIDA DENGAN BIJAKSANA DENGAN SISTEM 6
TEPAT
Pengendalian hama terpadu (PHT) menggunaan pestisida
merupakan langkah terakhir dalam mengendalikan OPT, karena PHT mengedepankan pengelolaan agroekosisitem dengan memadukan
teknik-teknik pengendalian OPT yang ramah lingkungan.
Pengambilan keputusan adalah hal penting dalam penggunaan pestisida, pengambilan keputusan yang tidak tepat
dapat merugikan selain dari segi lingkungan tentunya juga dari sisi ekonomi karena biaya
yang di keluarkan.
Pengamatan petakan yang di curigai
adalah langkah pertama
yang harus di lakukan untuk memutuskan perlu/tidak nya menggunakan pestisida
dalam mengendalikan OPT (Organisme Pengganggu Tumbuhan).
Pengamatan adalah proses untuk mengentahui intensitas
serangan/populasi OPT pada lingkungan pertanaman dan perubahan
iklim. Jika memang hasil pengamatan menunjukan bahwa intensitas serangan/populasi OPT melampaui
ambang ekonomi/ambang
pengendalian maka keputusan yang di ambil adalah menggunakan pestisida.
Tentunya meskipun harus menggunakan pestisida
ada prinsip 6 tepat penggunaan pestisida yang harus
diperhatikan:
·
Tepat Jenis
Untuk tepat jenis perstisida yaitu didasarkan pada selektifitas pestisida diantaranya :
1. Selektifitas pestisida
adalah pengaruh maksimal yang di timbulkan pestisida
terhadap hama (OPT) sasaran dan pengaruh minimal terhadap manusia ,
musuh alami dan lingkungan.
2. Selektifitas fisiologi adalah selektifitas yang disebabkan dari perbedaan kepekaan
(sensitivitas) fisiologi hama terhadap jenis pestisida yang digunakan.
3. Selektivitas ekologi
yaitu selektifitas yang disebabkan saat aplikasi, cara aplikasi, formulasi pestisida, dan lokasi
pertanaman yang diaplikasikan
pestisida.
Dengan kata lain semua jenis pestisida belum tentu dianjurkan untuk mengendaliakn semua jenis OPT pada semua tanaman.
Oleh karena
itu pilih jenis pestisida yang dianjurkan untuk mengendalikan satu jenis OPT pada satu jenis tanaman,
informasi tersebut dapat
dilihat di label kemasan
pestisida.
·
Tepat Sasaran
Penggunaan pestisida harus disesuaikan pada jenis OPT sasaran, sebelum
menggunakan pestisida, diawali dengan pengamatan untuk mengetahui jenis OPT yang
menyerang, langkah
selanjutnya memilih jenis pestisida yang sesuai dengan OPT tersebut,
berikut adalah jenis pestisida dan OPT
sasaran :
·
Insektisida – Serangga
·
Fungisida – Penyakit
yang disebabkan oleh cendawan
·
Akarisida – Tungau/hama yang digolongkan
karina
·
Rodentisida – Binatang
pengerat (tikus)
·
Molluskisida – Siput atau molluska
·
Nematisida – Nematoda
·
Bakterisida – Penyakit
yang disebabkan oleh bakteri
·
Herbisida – Rumput
liar atau gulma
Tepat Dosis/konsentrasi
Ketidak tepatan dosis/konsentrasi dapat menimbulkan resistensi, resurjensi, terbunuhnya musuh alami bahkan residu pada hasil panen yang membahayakan konsumen.
Dosis
atau konsentrasi harus sesuai dengan rekomendasi anjuran karena telah terbukti efektif mengendalikan OPT pada satu jenis
tanama, informasi dosis dan konsentrasi penggunaan pestisida dapat dilihat pada label kemasan
pestisida,
Berikut
dampak negatif akibat pengunaan dosis/konsentrasi penggunaan pestisida yang tidak tepat.
·
Resistensi adalah kemampuan yang berkembang dalam
satuan strain serangga untuk mentoleransi dosis bahan beracun
yang terbukti sebagian
mematikan sebagian besar
inidividu dalam populasi normal dan spesies yang sama, atau dengan
kata lain ketahanan hama (OPT) terhadap pestisida bertambah.
·
Resurjensi adalah meningkatnya populasi hama,
setelah penggunaan pestisida yang berspektrum luas,di sebabkan karena terbunuhnya musuh alami.
·
Residu pestisida adalah pestisida yang masih tersisa
pada bahan pangan hasil pertanian, dimana
dalam proses pertumbuhan/perawatannya melalui
berbagai kontak dengan pestisida.
Tepat Waktu
Waktu yang paling tepat dalam penggunaan pestisida
yaitu saat populasi
OPT/intensitas serangan telah mencapai ambang
ekonomi dan ambang
pengendalian.
·
Ambang ekonomi adalah kepadatan populasi hama
(OPT)/intensitas serangan yang
memerlukan pengendalian untuk mencegah peningkatan populasi/intensitas serangan
yang lebih merugikan.
·
Ambang pengendalian adalah populasi hama yang
memerlukan tindakan untuk mencegah pertumbuhan populasi yang lebih merugikan.
Waktu
penyemprotan pertimbangan dalam prinsip 6 tepat penggunaan pestisida yaitu pagi, sore atau malam
hari, disesuaikan dengan kondisi bioekologi OPT yang rentan.
·
Tepat Cara/Aplikasi
Pada
umumnya cara pengaplikasian pestisida biasanya di semprotkan, namun tidak semua jenis OPT dapat di kendalikan dengan
disemprot.
Pada jenis
OPT tertentu dan pada tanaman
tertentu, penggunaan pestisida dapat dilakukan dengan
perendaman ,penaburan, pengemposan, pengolesan dan lain sebagainya, informasi
dapat dilihat dilabel pada kemasan
pestisida,
Adapun cara pengunaan/pengaplikasian pestisida jika di semprotkan diantaranya:
·
Peralatan seprot tidak
bocor
·
Keadaan cuaca
cerah (RH 70%) kecepatan angin 4-6
Km/jam
·
Cara nyemprot : searah angin,
kecepatan jalan 4 km/jam, jarak
spuyer dengan bidang
semprot 30 cm.
·
Tepat mutu
Tepat mutu adalah pestisida yang di gunakan harus dengan
mutu baik, untuk itu gunakan pestisida yang sudah terdaftar dan di
izinkan pada komisi pestisida.
Jangan gunakan pestisida yang tidak terdaftar, rusak,
kadaluarsa, atau bahkan diduga palsu,
karena efikasinya diragukan dan bahkan bisa mengganggu pertumbuhan tanaman.
(Sofyan widodo/Penyuluh
Pertanian Pelaksana Pemula).
MATERI 7
PRAKTIKUM APLIKASI AGEN HAYATI
Petani melaksanakan pengendalian menggnakan Agen hayati
Tidak ada komentar:
Posting Komentar