PERNAHKAH Anda mendengar atau membaca kisah sukses Abdurrahman bin ’Auf.
Sahabat Rasulullah yang dijamin masuk surga ini adalah cermin yang
mesti kita tiru dalam hidup ini. Kesuksesannya berbisnis tak membuatnya
sombong dan berbangga diri, tapi sebaliknya ia tetap menunjukkan
kebersahajaan dan keikhlasannya untuk berbagi bahkan berbagi sesuatu
yang paling ia cintai.
Salah satu yang menarik diri pribadi beliau adalah keyakinannya yang
baik akan potensi dirinya. Kalimat yang pernah terluncur dari lisan
beliau yang mashyur adalah, “Sungguh, kulihat diriku, seandainya aku
mengangkat batu niscaya kutemukan di bawahnya emas dan perak……!”
Abdurrahman bin Auf memberikan contoh konsep diri yang baik kepada kita.
Konsep diri berupa keyakinan akan potensi yang luar biasa yang ada
pada setiap diri manusia.
Kalimat di atas adalah bukan isyarat kesombongan dari seorang
Abdurrahman bin ’Auf tapi sebuah pikiran positif terhadap potensi yang
diberikan Allah kepada setiap hamba-Nya.
Karena sesungguhnya karunia Allah begitu luas di muka bumi maupun langit
ini. Persoalannya tinggal bagaimana kita mampu menggali potensi lalu
mengembangkan potensi dan karunia Allah tersebut. Sehingga kita mampu
mendapatkan manfaat dan memberikan manfaat kepada orang lain.
Abdurrahman bin ’Auf telah membuktikan bahwa untuk mencapai kesuksesan
modal awal yang harus dimiliki setiap insan adalah berpikir positif
terhadap dirinya, yakni memberikan kepercayaan, keyakinan akan potensi
besar yang ada pada dirinya. Setelah meyakini diri sendiri, Abdurrahman
bin ’Auf mencontohkan kepada kita bagaimana bagaimana ia membangun
keyakinan akan kekuasaan Allah.
Yakinlah, bahwa Allah tak pernah tidur. Allah akan memberikan apapun
yang diminta hamba-Nya, selagi hambanya melakukan ikhtiar yang maksimal
untuk membuktikan pikiran positifnya tersebut.
Abdurrahman bin Auf mengatakan, ”Seandainya aku mengangkat batu niscaya ketemukan di bawahnya emas dan perak ….!”
Tahukah Anda apa isyarat apa yang mau digambarkan Abdurrahman bin ’Auf
tersebut? Ia sedang mengisyaratkan jika hamba-hamba Allah mau bekerja,
berjuang, berikhtiar dan melakukan kreatifitas maka pasti akan
menghasilkan sesuatu yang memberikan manfaat kepada dirinya.
Konsep di atas bukan isapan jempol, Kita tahu bahwa Abdurrahman bin ’Auf
adalah sahabat terkaya di Mekkah. Pasti kita juga masih ingat kisah
hijrah penduduk Mekkah ke Madinah.
Hijrah yang dilakukan nabi dan para sahabat muhajirin mengharuskan
Abdurrahman bin ’Auf meninggalkan harta kekayaannya. Seperti juga
sahabat lainnya Abdurrahman bin ’Auf hanya membawa harta secukupnya
untuk di bawa ke Madinah. Ia adalah sosok manusia yang tidak menggenggam
hartanya di hati, ia bisa mengikhlaskan apa yang ia tinggalkan
tersebut.
Maka, ketika di sampai di Madinah sahabat anshor menawarkan kepadanya
harta kekayaan karena mereka tahu bahwa Abdurahman adalah orang kaya
yang telah meninggalkan hartanya untuk hijrah ke Madina mengikuti
perintah nabi. Tapi, Abdurrahman bin ’Auf menolak tawaran harta sahabat
Anshor tersebut. Ia lebih memilih untuk diberitahu di mana pasar berada.
Ia ingin memulai bisnis baru di Madinah. Apakah yang diperdagangkan
Abdurrahman bin ’Auf? Ia memulai bisnis tali pengikat kuda. Dan inilah
awal bisnis Abdurrahman bin ’Auf yang selanjutnya mengembalikan hartanya
yang telah ia tinggalkan. Abdurrahman bin ’Auf sukses berbisnis di
Madinah.
Apa pelajaran yang perlu kita ambil dari cerita di atas adalah bahwa
modal kesuksesan adalah tidak semata faktor modal materi dan pendidikan
yang tinggi. Sukses selalu diawali oleh pikiran positif seseorang dalam
memandang dirinya, meyakini kekuasaan Allah dan cara pandang terhadap
kehidupan yang akan ia jalani. Ketika kita berpikir positif, kita pasti
mampu menghasilkan sesuatu. Kita akan lebih banyak berkreasi dari pada
bereaksi karena kita akan lebih fokus mencapai tujuan kita dari pada
memikirkan hal-hal negatif yang mungkin saja terjadi dalam kehidupan
kita.
Robert J. Hasting pernah berkata, “Tempat dan keadaan tidak menjamin
kebahagiaan. Kita sendirilah yang harus memutuskan apakah kita ingin
bahagia atau tidak. Dan begitu kita mengambil keputusan, maka
kebahagiaan itu akan datang”.
Sekarang saatnya diri Anda memutuskan apakah Anda ingin menjadi pribadi
sukses atau menjadi pecundang yang terus berpikir kalah dan gagal.
Pastikan diri kita adalah pemenang!
Artikel ini saya sadur dari Beliau:
Nur Jamaludin, kandidat Master of Economics di International Islamic
University Malaysia (IIUM), Anggota ISFI (Islamic Studies Forum for
Indonesia) Kuala Lumpur Malaysia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar