Jumat, 31 Juli 2015

JANGAN BERBURUK SANGKA (SU'UDZON)




 JANGAN BERBURUK SANGKA (SU'UDZON)


Assalamualaikum wr.wb.

  
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang senantiasa memberikan kenikmatan yang luar biasa kepada kita semua, Salam serta salawat tak lupa pula saya tujukan kepada junjungan kita Nabi Agung Muhammad Saw Beliaulah sebaik-baik suri tauladan bagi kita.



Alhamdulillah hari ini saya masih dapat menulis hal-hal yang berhubungan dengan islam dan tentang akhlak, dimana setiap hari kita menjalaninya, kali ini saya akan membahas tentang larangan berburuk sangka (su'udzon) dalam ajaran Islam, Saudaraku sekalian Rasulullah Saw Bersabda :



Qaala Rasulullah Saw :

"Iyyaakum Wazhzhanna Fa Innazhzhanna Akdzabul Hadiistsi Walaa Tahassasuu Walaa Tajassasuu Walaa Tanaa Jasyuu Walaa Tahaasadul Walaa Tabaaghaduu Walaatadaabarruu Wakuunuu Ibaadallaahi Ikhwaanan". (HR. Abu Daud dari Abdullah bin Maslamah).



Artinya :

Sabda Rasulullah Saw :

"Jauhilah olehmu purbasangka, sesungguhnya purbasangka itu pendusta benar (sedusta-dusta pembicaraan). Dan janganlah kamu mendengar rahasia orang, jangan mengintip aib orang, jangan tambah menambahi harga untuk menipu, jangan saling mendengki, benci membenci dan jangan pula bermusuhan. Jadilah kamu hamba Allah yang bersaudara". (HR. Abu Daud dari Abdullah bin Maslamah).



Su'udzon berasal dari kata "zhan" yang artinya purbasangka, biasanya diarahkan kepada sangka yang buruk atau istilahnya Su'udzon lawan dari husnudzon artinya berbaik sangka. su'udzon bisa diumpamakan pada saat ada seseorang yang menyangka atau berfikir yang buruk kepada orang lain, hal ini dapat merusak persaudaraan dan tali silaturahmi, karena dapat menimbulkan yang namanya fitnah, dan fitnah tersebut dapat merugikan orang lain sehingga hal ini sangat ditentang dalam Islam.



Sebagai umat islam kita harus memiliki sifat husnudzon atau berbaik sangka kepada orang lain, hal ini dapat menimbulkan rasa saling menghormati dan menghargai antar sesama makhluk Allah (manusia). Kita pun diwajibkan untuk saling bersaudara mengapa? karena bersaudara akan menambah sikap saling tolong menolong kita, sesama manusia kita tentunya saling membutuhkan, bersaudara merupakan jalan untuk mengurangi permusuhan, bersaudara itu bisa bermacam-macam bentuknya, dan berikut ini adalah hal-hal yang perlu dijaga untuk mencapai persaudaraan :
  1.  Jangan berburuk sangka (su'udzon), menyangka-nyangka tanpa bukti dan hanya kira-kira saja tanpa   diselidiki, sebab dengan berprasangka buruk dapat mengakibatkan permusuhan dan keretakan persaudaraan,
  2. Suka mendengar-dengar rahasia kawan atau orang lain, jauhilah rasa untuk ingin mengetahui rahasia orang lain yang tidak baik, hal ini pun dapat menimbulkan fitnah. 
  3. Suka mengintai-intai atau mencari-cari dan membicarakan aib orang lain, dicari-cari kesalahannya agar memperoleh celaka, sebab tak suka orang lain senang.
  4. Suka menambah-nambah harga dalam jual-beli untuk menipu, atau menawar lebih tinggi dari orang lain sedang ia sendiri tak jadi beli.
  5. Saling mendengki, iri hati, tak suka orang lain memperoleh kenikmatan, atau nikmat orang lain agar hilang sekali, biar pun ia sedang tak mendapat nikmat yang besar.
  6. Bermarah-marah, hanya karena sebab kecil yang tak disukai, yang kalau tidak dapat dilerai timbullah permusuhan. 
  7. saling bermusuhan, tak mau menegur karena adanya suatu kesalahan yang sepele saja


Tujuh macam hal inilah yang perlu kita jaga agar tidak menghingap pada diri kita, atau dalam kata lain kita harus menjauhi sikap-sikap seperti diatas agar terwujudnya persaudaraan yang kental dan indah. Menjauhi sikap Su'udzon sesungguhnya sangat penting bagi kita.

 
Orang yang suudzon selalu selalu memandang buruk segala hal. 
Melihat orang tersenyum dikira mencibir, orang yang diam dikira sombong, ada yang rajin infak, dikiranya sok darmawan, orang yang rajin ke msjid dituduh alimunuddin alias sok alim, orang yang bersikap kritis dianggap melawan, orang yang selalu mentaati perintah diangap tidak kreatif dan tidak punya inisiatif, orang yang memberi masukan dianggap membunuh karakter, dan sebagainya. Lebih jauh dalam konteks sekarang opini publik digiring oleh media kafir agar mempunyai  sikap suudzon kepada sesama muslim dengan alasan kewaspadaan. Sehingga melihat orang yang memakai cadar, orang yang yang memakai gamis, orang yang aktif di pengajian, orang yang komitmen kepada kebenaran dan aktif memperjuangkan  tegaknya syriat, orang yang berjenggot, orang yang jidatnya hitam ditududuh sebagai fundamentalis atau bahkan teroris

Suudzon ini merupakan penyakit yang berbahaya yang dapat menimpakan musibah kebinasaan kepada masyarakat. berfikir buruk seperti contoh di atas menyebabkan sebagian kalangan yang imannya lemah manjadi takut untuk bersikap kritis dalam memperjuangkan kebenaran. Oleh karena itu upaya untuk melemahkan semangat membabat kebatilan terus diupayakan.
Maha benar Allah yang telah menyatakan dalm firmannya:  
”Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang Fasik membawa suatu berita, Maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.” (QS. Al-Hjurat ayat 6)
Setiap muslim adalah saudara bagi sesamanya, karena setiap muslim adalah saudara seiman yang harus saling membela satu sama lain.  Perasangka-perasangka buruk yang ada dibenak kita adalah pikiran-pikiran kotor yang harus kita bersihkan,
Allah Ta'ala Berfirman Yang Artinya:
”Dan mereka tidak mempunyai sesuatu pengetahuanpun tentang itu. mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan sedang Sesungguhnya persangkaan itu tiada berfaedah sedikitpun terhadap kebenaran.” QS  an-Najm: 28
Demikian pula kita harus menyadari bahwa  suudzon adalah  perbuatan yang termasuk dosa besar Firman Allah:
Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.” (al-Hujurat: 12
 Maha benar Allah dengan segala firman-Nya.
Wassalamualaikum wr.wb.

Kamis, 30 Juli 2015

Pengendalian Dan Pencegahan Bulai pada Tanaman Jagung

Gambar: Abdul Rohman, Penyuluh Pertanian THL-TBPP  BPK SUKOLILO KAB.PATI- JATENG

 

 

 

 

Pengendalian Dan Pencegahan

 Bulai pada Tanaman Jagung

Jagung merupakan komoditas penting dan memiliki nilai strategis dalam penyediaan pangan dan peningkatan perekonomian nasional. Jagung memiliki beragam kegunaan dan penggunaan baik secara langsung sebagai sumber pangan atau juga secara tidak langsung sebagai bahan baku industri. Pengembangan komoditas jagung dalam kaitannya dengan peningkatan produksi dan produktivitas masih terkendala adanya organisme pengganggu pada tanaman jagung. Salah satu penyakit yang menyerang tanaman jagung adalah bulai. Penyakit bulai disebabkan oleh cendawan Peronosclerospora spp. 
Bulai merupakan salah satu penyakit pada tanaman jagung yang paling sulit dikendalikan dan seringkali menyebabkan penurunan hasil jagung hingga 100% ketika menyerang pada 1-14 MST. 
Pengendalian menjadi sangat penting dilakukan untuk meminimalisir atau bahkan menghilangkan kehilangan hasil akibat penyakit bulai. Beberapa cara pencegahan atau pengendalian penyakit bulai antara lain
1. Pengendalian pra tanam dengan fungsisida berbahan aktif metalaksil
Benih jagung hibrida dan bersari bebas yang sudah dipasarkan umumnya sudah diberi fungisida ridomil atau saromil yang berbahan aktif metalaksil. Metalaksil adalah senyawa kimia yang tergolong golongan asilalanin yang mampu melindungi benih jagung terhadap bibit penyakit, termasuk jamur penyebab penyakit bulai. Pada tahun 80 an, fungisida berbahan aktif metalaksil efektif dalam mengendalikan penyakit bulai. Namun, pada saat ini, ketika fungisda tersebtu telah digunakan lebih dari 20 tahun, terjadi resistensi cendawan terhadap metalaksil sehingga efektifitas fungisida tersebut menurun. Di Kabupaten Bangkayang, Kalimantan Timur, fungisida berbahan aktif metalaksil sudah tidak efektif lagi dalam mengendalikan penyakit bulai.
2. Menanam varietas unggul tahan bulai
Cara ini termasuk cara yang mudah, murah, dan aman bagi lingkungan. Saat ini sudah terdapat beberapa varietas jagung yang toleran dan bahkan tahan terhada serangan cendawan penyebab bulai. Beberapa varietas yang memiliki ketahanan terhadap penyakit bulai yang lebih tinggi.
3. Menanam pada waktu yang tepat
Tanaman jagung paling rentan terkena bulai pada saat tanaman mulai berkecambah hingga tanaman berumur 4 minggu setelah tanam. Penyakit bulai banyak berkembang pada waktu peralihan musim dari kemarau ke musim penghujan atau juga sebaliknya. Oleh karena itu, diupayakan pada saat terjadi peralihan musim, tanaman jagung sudah berumur lebih dari satu bulan.

 




Teknologi Pengendalian
Bulai pada Tanaman Jagung

Permasalahan yang dijumpai pada daerah yang berbasis jagung adalah adanya serangan penyakit bulai pada tanaman jagung, rendahnya produktivitas tanaman sayuran, tanaman padi dan lada dan masalah perkandangan pada ternak sapi. Untuk mengendalikan penyaklit Bulai pada tanaman jagung dilakukan dengan rotasi tanaman, menggunakan bibit unggul dan perbaikan budidaya dan pasca panen, sedangkan peningkatan pendapatan dapat dilakukan dengan usahatani terpadu, dalam hal ini yang menguntungkan adalah jagung ternak sapi, sayuran, padi dan lada juga dengan pengolahan produk pertaniannya.

Kerugian akibat serangan penyakit bulai pada tanaman jagung sebanding dengan penurunan produktivitasnya artinya bila serangan bulai mencapai 50 % maka mengakibatkan penurunan produktivitasnya sebesar 50 %.
Hasil Survey (2007) bahwa sekitar 80 – 90 % tanaman jagung  terserang penyakit bulai, hal ini disebabkan karena penggunaan lahan secara terus menerus (intensif) sehingga menyebabkan terjadinya serangan bulai.  Menurut (Wasman, 2008) bahwa untuk mengatasi penyakit bulai perlu dilakukan penanaman serempak, eradikasi tanaman dan penanaman varietas tahan bulai.



PROSEDUR
  1. Benih sebelum ditanam, dicampur dengan Seromil yang dilarutkan dengan air  untuk mencegah terserang bulai.
  2. Penanaman : jarak tanam 75 x 40 cm dengan 2 biji/lubang.
  3. Varietas : tahan terhadap bulai 
  4. Pemupukan : Urea 300, SP36 100, KCl 100 kg/ha dan pupuk organik 2 – 3 ton/ha
·          
    • Pupuk urea diberikan 25 % pada saat 7-10 hari setelah tanam (hst). 50 % pada saat umur 28 -30 hst dan sisanya 40-45 hst
    • Pupuk SP-36 seluruhnya pada saat 7-10 hst
    • Pupuk KCL diberikan 75 % 7-10 hst  dan sisanya 28 -30 hst . Setelah pupuk ditabur dalam larikan, ditutup kembali dengan tanah untuk menghindari kehilangan pupuk melalui penguapan dan air hujan.
  1. Pemeliharaan Tanaman
  • Penjarangan dan penyulaman dilakukan ketika tanaman berumur 1-2 minggu setelah tanam.
  • Jumlah tanaman yang disisakan setelah penjarangan adalah dua batang per rumpun.
  • Tanaman yang  disisakan adalah yang paling baik  pertumbuhannya.
  • Penyiangan :
    • Penyiangan dapat dilakukan dengan ditebas atau herbisida
    • Dilakukan pada saat tanaman berumur 14 – 20 hst.
    • Alat yang digunakan: kored atau cangkul kecil.
    • Penyemprotan herbisida dilakukan dengan dosis 2 liter/ha
  • Pengendalian Hama
  • Hama utama yang menyerang tanaman jagung adalah ulat bibit, penggerek batang dan tongkol.
  • Dapat dikendalikan dengan Carbufuron.
  • Bila hama penggerek batang diberi 3-4 butir Carbufuron/ tanaman.

REKOMENDASI
Penyebab Mewabahnya Penyakit Bulai :
  • Penanaman varietas jagung rentan bulai
  • Penanaman jagung berkesinambungan
  • Efektivitas fungisida rendah akibat dosis dikurangi atau dipalsukan
  • Cara aplikasi fungisida tak sesuai
  • Tidak adanya tindakan eradikasi
  • Adanya resistensi bulai terhadap metalaksil
  • Peningkatan virulensi bulai terhadap tanaman Jagung
Rekomendasi Pengendalian Bulai
  • Menekan sumber inokulum dengan periode bebas tanaman jagung
  • Penanaman serempak pada areal luas
  • Menanam varietas jagung tahan bulai
  • Eradikasi tanaman jagung terkena bulai
Manfaat tanam serempak dan periode bebas jagung
  • Tanaman sumber inokulum tidak ada lagi
  • Peronosclerospora sp.(Obligat) mati krn hanya bisa hidup pada tanaman jagung hidup. Belum diketahui tanaman inang lainnya.
  • Kemungkinan sangat kecil terjadi serangan bulai, lebih-lebih dipadukan dgn varietas tahan dan eradikasi tanaman terinfeksi.
  • Penyakit bulai dapat punah di daerah yang melaksanakan periode bebas tanaman jagung.

semoga bermanfaat..

Jumat, 24 Juli 2015

PENGGUNAAN BAKTERI RHIZOBIUM UNTUK PENINGKATAN HASIL KEDELAI





Gambar: Penyuluh THL-TBPP BPK Sukolilo - PATI dengan bigroud Tanaman Kedelai



Penggunaan Bakteri Rhizobium untuk Peningkatan Hasil Kedelai

Dimana Kedelai Ditanam?

Kedelai merupakan tanaman yang dapat ditanam pada lahan kering, sawah dan rawa. Pada lahan kering masam dan rawa, produksi kedelai rendah karena hara esensial untuk tanaman diikat oleh Al, Fe, dan Mn. Produksi kedelai tinggi jika ditanam pada kisaran pH tanah 6,2 – 7,0. Tanaman kedelai di Indonesia umumnya ditanam pada tanah masam seperti tanah Ultisol dan Oxisol. Pada lahan sawah, biasa ditanam setelah tanaman padi ke dua.


Kapan Tanaman Kedelai Mampu Bersimbiosis?

Tanaman kedelai merupakan tanaman yang termasuk keluarga kacang-kacangan, dapat mengambil hara N dari udara jika bersimbiosis dengan bakteri Rhizoba. Sebelum mampu mengambil N dari udara, tanaman perlu hara N sebagai starter pertumbuhan awal. Namun demikian jumlah hara N hanya sebagai starter, sehingga hara N yang dibutuhkan hanya sedikit kurang lebih 50 kg urea.

Apakah Setiap Tanah ada Rhizobia?

Tidak pada semua tanah terdapat bakteri Rhizobia, sehingga tidak setiap tanaman kedelai dapat mengambil N dari udara. Tanda yang gampang dilihat jika tanaman kedelai aktif mengambil N dari udara adalah nodul yang berkembang di akar berwarna merah apabila dibelah.


Cara Mengaktifkan Kedelai Mengambil Hara N? 

Tanaman kedelai dapat mengambil hara N dari udara apabila: (1) ditanam pada lahan yang sudah mengandung bakteri Rhizobium atau pernah ditanam kedelai atau kacang-kacangan yang lain, (2) pada awal pertumbuhan diberi pupuk urea sebagai starter pertumbuhan, (3) diberi bakteri Rhizobium dengan cara mencampur benih kedelai yang akan ditanam dengan tanah yang telah ditanami kedelai, (4) diberi inokulasi bakteri Rhizobia. Keberhasilan inokulasi bakteri sangat dipengaruhi oleh kecocokan antara bakteri dengan jenis tanah dan faktor kompetisi. Faktor utama yang menentukan banyaknya N yang diambil adalah tersedianya C-organik dalam tanah.

Manfaat Bakteri Rhizobia?

Pemberian inokulan dapat mengurangi jumlah pupuk N yang digunakan untuk tanaman kedelai, meningkatkan produksi kedelai, dan meningkatkan pendapatan petani.
  
Jenis Bakteri Rhizobia yang dapat Digunakan? 

Terdapat 6 bakteri yang dapat mengambil N dari udara, antara lain: Rhizobium, Sinorhizobium, Mesorhizobium, Bradyrhizobium, Azorhizobium dan Allorhizobium. Bakteri yang dapat bersimbiosis dengan tanaman legum adalah Rhizobium leguminosarum. Sedangkan yang dapat digunakan untuk kedelai: Bradyrhizobium japonicum ,  B.  Elkanii,  B.  Liaoningense ,  dan Sinorhizobium fredii.

Apa Inokulan yang dapat Digunakan?

Nodulin merupakan salah satu inkulan bintil akar plus untuk tanaman kacang-kacangan (legum). Nodulin mengandung bakteri Rhizobium sp, Azospirillum dan Bacillus sp. dan bermanfaat meningkatkan kemampuan tanaman kedelai mengambil hara N, P dan K. Legin merupakan inokulan Rhizobium yang dapat bersimbiosis dengan tanaman legum, menambat N dari udara.

Kapan Inokulan Diberikan?

Inokulan untuk benih kedelai diberikan menjelang tanam. Pengolahan tanah, dan saluran pembuangan air sudah disiapkan sebelum pemberian inokulan.

Bagaimana Cara Memberikan Inokulan?

Benih kedelai yang sudah siap, dibawa ke lahan yang akan ditanami. Basahi benih dengan air secukupnya, kemudian ditiriskan. Taburkan inokulan pada benih yang telah dibasahi sampai melekat rata dan segera ditanam. Pencampuran inokulan dengan benih kedelai dilakukan di tempat yang teduh. Bakteri yang diinokulan dapat mati apabila kena sinar matahari.  





Sumber: Balai Penelitian Tanah, Balai Besar Sumber Daya Lahan Pertanian

Kamis, 23 Juli 2015

BERTANAM SAYUR MAYUR DALAM POT DAN POLYBAG



 BERTANAM SAYUR MAYUR DALAM POT DAN POLYBAG

Selama ini untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga, para ibu sering memanfaatkan lahan sempit di pekarangannya untuk ditanami sayuran yang mudah ditanam dan dirawat.

Media tanam merupakan salah satu faktor penting yang sangat menentukan dalam kegiatan bercocok tanam. Media tanam akan menentukan baik buruknya pertumbuhan tanaman yang pada akhirnya mempengaruhi hasil produksi.

Tetapi ada kalanya para ibu mengalami kesulitan mendapatkan tempat untuk bertanam, terlebih di kota besar yang padat penduduk. Cukup jarang rumah di kota besar yang memiliki halaman atau pekarangan, apalagi yang bisa ditanami.

Menanam sayuran dalam pot / polybag mula-mula hanya dilakukan secara sambil lalu saja sebagai hobi waktu senggang. Jumlahnya sangat terbatas, karena hanya untuk memenuhi kebutuhan sendiri. Padahal, bertanam sayuran dalam pot bisa dilakukan secara besar-besaran dengan hasil yang baik, sehingga bisa juga dilakukan untuk usaha komersial.

Untuk itu dapat dipakai polybag (plastik hitam) dengan pertimbangan tidak usah membeli pot yang lebih mahal harganya.

Secara umum, nyaris semua tanaman bisa dibudidayakan di dalam polybag, tetapi yang lazim adalah tanaman hias. Dengan sempitnya lahan yang bisa ditanami, banyak orang yang mulai menanam sayuran dalam polybag. Selama ini, sayuran yang ditanam dalam pot terbatas pada cabe atau tomat saja. Padahal sebenarnya hampir semua jenis sayuran bisa ditanam dalam pot dan hasilnya juga cukup bagus.

Tanaman dalam pot cukup mudah perawatannya karena bisa dipindah-pindah, ditaruh di tempat yang kita kehendaki, atau kalau perlu diganti potnya dengan yang lebih besar.

Tanah yang sudah berkurang kesuburannya bisa diganti dengan tanah kebun yang lebih subur. Yang dimaksud dengan pemeliharaan tanaman bukanlah sekedar merawat tanaman yang sedang terserang penyakit saja, tetapi meliputi pemeliharaan secara lengkap, mulai dari menaruh polybag, menyirami tanaman, menyiang rumput, mendangir (menggemburkan) tanah, memupuk, memberantas hama dan penyakit, sampai dengan membongkar tanah polybag lama dan menggantinya dengan yang baru.

Dengan memakai polybag kita tidak perlu lagi mengolah tanah yang akan ditanami. Cukup mencampur tanah kebun dengan kompos atau pupuk kandang dan pasir dengan perbandingan 1:1:1 dan diisikan ke dalam polybag. Polybag diatur agar nantinya bisa berdiri tegak. Sebelum diisi dengan tanah, polybag perlu dilubangi dulu dengan pelubang kertas untuk mengalirkan air yang berlebihan. Polybag diisi dengan tanah sampai kira-kira 5 cm di bawah permukaan polybag. Dibanding dengan pot, penggunaan polybag jauh lebih murah. Sayuran yang ditanam dalam polybag mudah kita pindah ke tempat yang kita kehendaki. Kalau ada serangan hama atau penyakit yang ganas, tanaman bisa diselamatkan ke tempat yang lebih aman.


By.AbdulRohman.Sp

Jumat, 17 Juli 2015

MEMAKNAI IEDUL FITRI SESUAI AL-QURAN DAN SUNNAH



Makna Iedul Fitri
Terdapat beberapa pendapat dalam memaknai Iedul Fitri, yang merupakan hari raya umat Islam di seluruh alam. Jika dilihat dari segi bahasanya, Iedul Fitri terdiri dari dua kata yaitu ( عيد ) dan ( فطر ). Dan masing-masing dari kata ini memiliki maknanya tersendiri :
#1. ( عيد ) Ada yang mengatakan bahwa Ied berasal dari kata ( عاد - يعود ) yang berarti kembali. Namun ada juga yang menterjemahkan Ied ini sebagai hari raya, atau hari berbuka. Pendapat yang kedua ini menyandarkan pada hadits :

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْفِطْرُ يَوْمَ تُفْطِرُونَ وَاْلأَضْحَى يَوْمَ تُضَحُّونَ - رواه ابن ماجه
Dari Abu Hurairah ra, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, “Idul Fitri adalah hari dimana kalian berbuka, dan Idul Adha adalah hari dimana kalian berkurban.” (HR. Ibnu Majah)

#2. ( الفطر ) Ada yang menerjemahkan fitri dengan “berbuka” karena ia berasal dari kata ( أفطر ) yang memang secara bahasa artinya berbuka setelah berpuasa. Namun disamping itu, ada juga yang menerjemahkan fitri dengan “fitrah”, yang berarti suci dan bersih. Pendapat kedua ini menyandarkan pendapatnya pada hadits Rasulullah SAW :
قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا مِنْ مَوْلُودٍ إِلاَّ يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ - رواه البخاري
Rasulullah SAW bersabda, ‘Tidaklah seorang anak dilahirkan, melainkan ia dilahirkan dalam keadaan fitrah (bersih/ suci). Orangtuanyalah yang menjadikan ia Yahudi, Nasrani atau Majusi (HR. Bukhari)
Dari maknanya secara harfiah ini, dapat disimpulkan adanya dua makna dalam menerjemahkan Iedul Fitri, yaitu :
#1. Iedul Fitri diterjemahkan dengan kembali kepada fitrah atau kesucian, karena telah ditempa dengan ibadah sebulan penuh di bulan ramadhan. Dan karenanya ia mendapatkan ampunan dan maghfirah dari Allah SWT.
#2. Iedul Fitri diterjemahkan dengan hari raya berbuka, dimana setelah sebulan penuh ia berpuasa, menjalan ibadah puasa karena Allah SWT, pada hari Idul Fitri ia berbuka dan tidak berpuasa sebagai ungkapan syukur kepada Allah SWT.

Penulis melihat bahwa kedua makna Iedul Fitri di atas adalah benar dan tepat. Dan kedua makna tersebut saling melengkapi dan tidak bertentangan sama sekali. Sehingga Iedul Fitri adalah hari raya umat Islam yang dianugerahkan oleh Allah SWT di mana insan dikembalikan pada fitrahnya dengan mendapatkan ampunan dari Allah SWT, sekaligus sebagai hari bergembiranya kaum muslimin dimana diperintahkan untuk makan dan minum (baca; berbuka) sebagai ungkapan syukur kepada Allah SWT. Oleh karena itulah, terdapat doa yang sering dibacakan sesama kaum muslimin ketika berjabat tangan dan saling memaafkan, yaitu :

جَعَلَنَا اللهُ وَإِيَّاكُمْ مِنَ الْعَائِدِيْنَ الْفَائِزِيْنَ، وَتَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ
Semoga Allah SWT menjadikan kita semua sebagai hamba-hamba-Nya yang kembali (kepada fitrah) dan sebagai hamba-hamba-Nya yang menang (melawan hawa nafsu). Dan semoga Allah SWT menerima seluruh amal ibadah kita semua.

Hanya terkadang, masyarakat kita lebih suka “menyunat” doa di atas, sehingga yang diucapkan hanya kalimat, ‘Minal Aidin Wal Fa’izin” saja. Bahkan lebih parah lagi ketika Minal Aidin Wal Faidzin ini diterjemahkan dengan mohon maaf lahir dan batin. Tetapi bisa kita maklumi karena keterbatasan masyarakat kita pada umumnya, asalkan masih dilandasi dengan niatan yang ikhlas hanya mengharap ridha Allah SWT, semoga tetap Allah catat sebagai amal ibadah di sisi-Nya.

Menghidupkan Iedul Fitri
Bagi kita semua saat ini, bagaimana kita dapat menghidupkan Iedul Fitri, atau dengan kata lain memaknai Iedul Fitri sebagaimana yang diajarkan oleh Rasulullah SAW. Dari beberapa riwayat, terdapat beberapa hal yang disunnahkan untuk dilakukan pada malam Ied atau pada hari raya Iedul Fitri. Diantaranya adalah :
#1. Disunnahkan untuk Qiyamul Lail, pada malam hari raya Idul Fitri. Dalam sebuah riwayat digambarkan :
عَنْ أَبِي أُمَامَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ قَامَ لَيْلَتَيْ الْعِيدَيْنِ مُحْتَسِبًا لِلَّهِ لَمْ يَمُتْ قَلْبُهُ يَوْمَ تَمُوتُ الْقُلُوبُ - رواه ابن ماجه
Dari Abu Umamah ra, Rasulullah SAW bersabda, ‘Barang siapa yang melaksanakan qiyamullail pada dua malam Ied (Idul Fitri dan Adha), dengan ikhlas karena Allah SWT, maka hatinya tidak akan pernah mati di hari matinya hati-hati manusia. (HR. Ibnu Majah).

#2. Disunnahkan pada pagi hari raya Idul Fitri, untuk mandi, menggunakan minyak wangi dan berpakaian yang rapi. Dalam sebuah hadits diriwayatkan :
عَنِ الْفَاكِهِ بْنِ سَعْدٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَغْتَسِلُ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَيَوْمَ عَرَفَةَ وَيَوْمَ الْفِطْرِ وَيَوْمَ النَّحْرِ قَالَ وَكَانَ الْفَاكِهُ بْنُ سَعْدٍ يَأْمُرُ أَهْلَهُ بِالْغُسْلِ فِي هَذِهِ اْلأَيَّامِ
Dari Fakih bin Sa’d bahwasanya Rasulullah SAW senantiasa mandi pada hari jum’at, hari Arafah, hari Idul Fitri dan hari Idul Adha. Dan Fakih (Perawi hadits ini) senantiasa memerintahkan keluarganya untuk mandi pada hari-hari tersebut. (HR. Ahmad)

Dalam riwayat lain juga digambarkan :

عَنْ نَافِعٍ أَنَّ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عُمَرَ كَانَ يَغْتَسِلُ يَوْمَ الْفِطْرِ قَبْلَ أَنْ يَغْدُوَ إِلَى الْمُصَلَّى - رواه مالك
Dari Nafi’, bahwasanya Abdullah bin Umar senantiasa mandi pada hari raya Idul Fitri, sebelum berangkat ke tempat shalat. (HR. Malik)

#3. Mendatangi tempat-tempat dilaksanakannya shalat Ied. Dalam sebuah hadits diriwayatkan :
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَأْمُرُ بَنَاتَهُ وَنِسَاءَهُ أَنْ يَخْرُجْنَ فِي الْعِيدَيْنِ - رواه أحمد
Dari Ibnu Abbas ra, bahwasanya Rasulullah SAW memerintahkan anak-anak wanitanya dan istri-istrinya untuk kelur (mendatangi tempat shalat Ied) pada hari raya Idul Fitri dan Idul Adha. (HR. Ahmad)

Dalam riwayat lain dijelaskan :
عَنْ أُمِّ عَطِيَّةَ قَالَتْ كُنَّا نُؤْمَرُ أَنْ نَخْرُجَ يَوْمَ الْعِيدِ حَتَّى نُخْرِجَ الْبِكْرَ مِنْ خِدْرِهَا حَتَّى نُخْرِجَ الْحُيَّضَ فَيَكُنَّ خَلْفَ النَّاسِ فَيُكَبِّرْنَ بِتَكْبِيرِهِمْ وَيَدْعُونَ بِدُعَائِهِمْ يَرْجُونَ بَرَكَةَ ذَلِكَ الْيَوْمِ وَطُهْرَتَهُ - رواه البخاري
Dari Ummu Athiyah ra berkata, kami diperintahkan untuk mendatangi tempat shalat, bahkan perawan di pingitannya dan wanita yang haid diperintahkan untuk mendatangi tempat shalat Ied. Hanya mereka berposisi di belakang shaf kaum muslimin. Mereka bertakbir dengan takbir kaum muslimin, dan berdoa dengan doa kaum muslimin, dengan berharap keberkahan dan kesucian hari tersebut. (HR. Bukhari)

#4. Mendatangi tempat dilaksanakannya shalat Ied dengan berjalan kaki2 dan memakan sesuatu sebelum berangkat melaksanakan shalat Ied. Dalam sebuah riwayat dijelaskan :

عَنْ عَلِيِّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ قَالَ مِنْ السُّنَّةِ أَنْ تَخْرُجَ إِلَى الْعِيدِ مَاشِيًا وَأَنْ تَأْكُلَ شَيْئًا قَبْلَ أَنْ تَخْرُجَ - رواه الترمذي
Dari Ali bin Abi Thalib ra berkata, termasuk sunnah jika kamu keluar mendatangi tempat shalat Ied dengan berjalan kaki dan memakan sesuatu sebelum pergi ke tempat shalat Ied.” (HR. Turmudzi)

#5. Bertakbir mengagungkan Asma Allah SWT, dalam sebuah riwayat digambarkan :

عَنْ أُمِّ عَطِيَّةَ قَالَتْ كُنَّا نُؤْمَرُ أَنْ نَخْرُجَ يَوْمَ الْعِيدِ حَتَّى نُخْرِجَ الْبِكْرَ مِنْ خِدْرِهَا حَتَّى نُخْرِجَ الْحُيَّضَ فَيَكُنَّ خَلْفَ النَّاسِ فَيُكَبِّرْنَ بِتَكْبِيرِهِمْ وَيَدْعُونَ بِدُعَائِهِمْ يَرْجُونَ بَرَكَةَ ذَلِكَ الْيَوْمِ وَطُهْرَتَهُ - رواه البخاري
Dari Ummu Athiyah ra berkata, kami diperintahkan untuk mendatangi tempat shalat, bahkan perawan di pingitannya dan wanita yang haid diperintahkan untuk mendatangi tempat shalat Ied. Hanya mereka berposisi di belakang shaf kaum muslimin. Mereka bertakbir dengan takbir kaum muslimin, dan berdoa dengan doa kaum muslimin, dengan berharap keberkahan dan kesucian hari tersebut. (HR. Bukhari)

#6. Melalui jalan yang berbeda ketika berangkan dan pulang dari tempat dilaksanakannya shalat Ied. Dalam sebuah hadits diriwayatkan :

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا خَرَجَ يَوْمَ الْعِيدِ فِي طَرِيقٍ رَجَعَ فِي - رواه الترمذي
Dari Abu Hurairah ra, bahwasanya Rasulullah SAW apabila pergi (ke tempat shalat Ied) pada hari Ied melalui satu jalan, maka beliau kembali dari tempat tersebut melalui jalan yang berbeda.”

#7. Saling bermaaf-maafan seraya mendoakan semoga Allah SWT menerima seluruh amal ibadah kita. Dalam sebuah hadits diriwayatkan :
عَنْ خَالِدٍ بْنِ مَعْدَانٍ قَالَ لَقَيْتُ وَاثِلَةَ بْنَ اْلأَسْقَعِ فِيْ يَوْمِ عِيْدٍ فَقُلْتُ تَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكَ فَقَالَ نَعَمْ تَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكَ قَالَ وَاثِلَةٌ لَقَيْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ عَيْدٍ فَقُلْتُ تَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكَ قَالَ نَعَمْ تَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكَ - رواه البيهقي في الكبري
Dari Khalid bin Ma’dan ra, berkata, Aku menemui Watsilah bin Al-Asqo’ pada hari Ied, lalu aku mengatakan, ‘Taqabbalallah Minna Wa Minka”. Lalu ia menjawab, ‘Iya, Taqabbalallah Minna Wa Minka,’. Kemudian Watsilah berkata, ‘Aku menemui Rasulullah SAW pada hari Ied lalu aku mengucapkan ‘Taqabbalallah Minna Wa Minka’, kemudian Rasulullah SAW menjawab, ‘Ya, Taqabbalallah Minna Wa Minka’ (HR. Baihaqi Dalam Sunan Kubra).

#8. Boleh mengadakan hiburan pada hari raya Ied, dalam sebuah riwayat digambarkan bahwa Rasulullah SAW bersabda kepada Abu Bakar yang pada waktu itu (Hari Ied) menghardik dua hamba sahaya perempuan yang mendendangkan syair di ruma Aisyah :

يَا أَبَا بَكْرٍ إِنَّ لِكُلِّ قَوْمٍ عِيْدًا وَإِنَّ الْيَوْمَ عِيْدُنَا
Wahai Abu Bakar, sesungguhnya setiap kaum mempunyai hari raya, dan sesungguhnya hari ini adalah hari raya kita.” (HR. Nasa’I)


Shalat Iedul Fitri
Shalat Ied (Iedul Fitri dan Adha) hukumnya sunnah mu’akkadah, kecuali madzhab Abu Hanifah yang mengatakannya fardhu kifayah. Dalam Al-Qur’an Allah berfirman :
إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ* فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ*
“Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu ni`mat yang banyak. Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan berkorbanlah.” (Al-Kautsar 1-2)
Dalam ayat lain Allah SWT berfirman :
قَدْ أَفْلَحَ مَنْ تَزَكَّى* وَذَكَرَ اسْمَ رَبِّهِ فَصَلَّى*
“Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri (dengan beriman). Dan dia ingat nama Tuhannya, lalu dia sembahyang.” (Al-A’la 14 – 15)

Selain itu, Rasulullah SAW juga senantiasa melaksanakannya dan memerintahkannya termasuk kaum wanita dan anak-anak. Sebab kedua shalat ini merupakan bagian dari sejumlah syiar Islam, juga sebagai wujud dan iman dan takwa.
Berbeda dengan shalat biasa, shalat Ied ini dianjurkan untuk dilaksanakan di mushalla. Namun pengertian mushalla di sini berbeda dengan pengertian mushalla yang menjadi istilah dalam bahasa Indonesia. Mushalla adalah sebuah tempat (lapangan) yang besar yang dapat menampung lebih banyak kaum muslimin. Dalam riwayat Rasulullah SAW melaksanakan shalat Ied selalu di mushalla, kecuali pada suatu ketika saat turun hujan, maka beliau dan sahabatnya melaksanakannya di dalam masjid. Oleh karenanya jumhur ulama mengatakan lebih afdhal pelaksanaan shalat Ied di mushalla (lapangan), kecuali di Masjidil Haram. Sedangkan Imam Syafi’I mengatakan lebih afdhal di masjid, karena masjid merupakan tempat yang paling mulia di muka bumi. Kesimpulannya shalat Ied boleh dilaksanakan di mushalla ataupun di masjid yang besar yang dapat menampung banyak jamaah.
Adapun waktu pelasanaannya adalah pada saat matahari setinggi dua panah (menurut riwayat hadits). Di sunnahkan pada shalat Iedul Fitri dilaksanakan diakhirkan waktunya, sedangkan untuk Iedul Adha di awalkan. Hal ini agar kaum muslimin yang belum menunaikan zakat fitrahnya pada hari raya Idul Fitri memiliki kesempatan untuk menunaikannya. Sedangkan pada Idul Adha di awalkan, agar lebih cepat memotong hewan qurban agar dibagikan kepada kaum muslimin.
Sedangkan tatacara pelaksanaan shalatnya, dijelaskan oleh Al-Jaza’iri dalam Minhajul Muslim sebagai berikut :
“Hendaknya kaum muslimin keluar menuju tempat khusus untuk shalat Ied sambil takbir, sampai matahari meninggi kira-kira beberapa meter. Ketika itu, hendaklah imam berdiri untuk mengimami shalat Ied (tidak diawali azan maupun iqamat) sebanyak dua rakaat. Pada rakaat pertama ia takbir tujuh kali, di luar takbiratul ihram dan makmum mengikutinya. Kemudian ia membaca surat Al-Fatihah dan surat Al’A’la dengan suara keras. Pada rakaat kedua, hendaklah ia takbir lima kali diluar takbir saat berdiri dari rakaat pertama. Kemudian membaca Al-Fatihah dan surat Al-Ghasyiyah atau Adhuha. Setelah ia salam, hendaknya ia bangkit berdiri untuk menyampaikan khutbah kepada jamaah…”

Bagaimana hukumnya dengan orang yang masbuq (terlambat) dalam melaksanakan shalat Ied? Ibnu Mas’ud mengatakan bahwa ‘Siapa yang tidak mengikuti shalat Ied berjamaah, hendaklah ia shalat empat rakaat. Adapun bagi orang yang masih dapat mengikuti sebagian daripadanya bersama imam, sekalipun hanya tasyahud, hendaknya sesudah ia salah ia berdiri dan shalat dua rakaat sebagaimana lazimnya shalatnya orang yang masbuq dalam shalat-shalat lain.

Setelah selesai pelasanaan shalat, imam bangkit berdiri dan menyampaikan khutbahnya. Hukum mendengarkan khutbah pada shalat Ied adalah sunnah dan tidak wajib. Namun alangkah meruginya bagi yang enggan untuk mendengarkan khutbah pada hari raya kaum muslimin ini. Setelah selesai melaksanakan khutbah, dianjurkan untuk meninggalkan tempat, tanpa shalat sunnah lagi. Karena tidak disyariatkan untuk melaksanakan shalat sunnah baik sebelum maupun sesudah shalat Ied. Dan setelah itu dianjurkan bagi kaum muslimin untuk bersitaturahim dan bermaaf-maafan.

Hal-Hal Yang Dilarang Dan Dimakruhkan Dalam Idul Fitri
Seringkali manusia ‘terlena’ ketika telah mendapatkan suatu kenikmatan atau kesenangan tertentu. Tak terkecuali pada hari raya Idul Fitri, hari yang seharusnya menjadi ‘bukti’ kefitrahan jiwa dan hati kita dari perbuatan dosa. Namun terkadang tanpa kita sadari, beberapa hal yang dilarang atau dimakruhkan justru begitu marak di hari yang fitri ini. Berikut adalah hal-hal yang seyogianya kita hindarkan :
#1. Berlebih-lebihan dalam mengkonsumsi makanan (tabdzir)
Seringkali pada saat hari raya Iedul Fitri, karena begitu banyaknya makanan yang relatif istimewa, kita lupa dengan ‘kapasitas’ perut kita, sehingga terlalu banyak mengkonsumsi makanan. Baik makan besar maupun makan kecil. Sementara Allah SWT telah mengingatkan kita :

وَكُلُوا وَاشْرَبُوا وَلاَ تُسْرِفُوا إِنَّهُ لاَ يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ
Dan makan dan minumlah kalian, tapi janganlah kalian berlebih-lebihan. Karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan. (QS. Al-A’raf 31)

#2. Berlebih-lebihan dalam berpakaian dan berdandan.
Seringkali pakaian yang bagus dan indah yang memang disunnahkan untuk dikenakan pada hari raya Iedul Fitri, menjadikan kita terjebak pada sifat berlebihan dalam berpakaian ataupun berdandan, sehingga terkadang ‘aurat’ tidak terjaga, atau berpakaian terlalu ketat, atau juga terlalu menyolok (baca; tabarruj). Sehingga dosa-dosa yang telah terampuni kembali masuk dalam diri kita. Oleh karenanya, sebaiknya dalam berpakaian tidak melanggar batasan-batasan syar’I, baik bagi pria maupun wanita. Allah SWT berfirman :

وَلاَ تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ اْلأُولَى
“Dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu.” (Al-Ahzab 33)

#3. Berjabat tangan antara pria dan wanita yang bukan mahromnya.
Hal ini juga terkadang sering terlalaikan dalam merayakan Iedul Fitri terhadap sanak saudara, tetangga atau teman dan kerabat. Padahal berjabat tangan bagi yang bukan mahromnya adalah termasuk perbuatan yang dilarang. Dalam sebuah hadits digambarkan :

عَنْ عُرْوَةَ أَنَّ عَائِشَةَ أَخْبَرَتْهُ عَنْ بَيْعَةِ النِّسَاءِ قَالَتْ مَا مَسَّ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِيَدِهِ امْرَأَةً قَطُّ (رواه مسلم
“Dari Urwah ra, bahwasanya Aisyah memberitahukannya tentang bai’at wanita. Aisyah berkata, Rasulullah SAW tidak pernah menyentuh dengan tangannya seorang wanita sama sekali.” (HR. Muslim)

#4. Berlebih-lebihan dalam tertawa dan bercanda.
Tertawa, bercanda, mendengarkan hiburan termasuk perkara yang dimubahkan terutama pada Iedul Fitri. Namun yang tidak diperbolehkan adalah ketika perbuatan tersebut berlebihan, sehingga melupakan kewajiban atau menjerumuskan pada sesuatu yang dilarang. Dalam Al-Qur’an Allah berfirman :

فَلْيَضْحَكُوا قَلِيلاً وَلْيَبْكُوا كَثِيرًا جَزَاءً بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ
Maka hendaklah mereka tertawa sedikit dan menangis banyak, sebagai pembalasan dari apa yang selalu mereka kerjakan. (Attaubah 82)

#5.Mengulur-ulur waktu shalat.
Dengan alasan silaturahmi atau halal bi halal keluarga besar atau kerabat maupun teman sejawat, seringkali ‘mengulur-ulur’ waktu pelaksanaan shalat. Hal ini juga bukan merupakan perbuatan yang baik. Karena seharusnya kita malaksanakan shalat pada waktunya, tanpa mengulur-ulurnya.

#6. Boros dalam pengeluaran uang.
Iedul Fitri juga sering menjadi ajang untuk menghambur-hamburkan uang pada sesuatu yang ‘manfaatnya’ kurang. Kecuali jika dalam rangka untuk memberikan santunan kepada kerabat keluarga yang membutuhkan, namun itupun juga tidak boleh berlebih-lebihan. Dalam Al-Qur’an Allah mengatakan :

وَالَّذِينَ إِذَا أَنْفَقُوا لَمْ يُسْرِفُوا وَلَمْ يَقْتُرُوا وَكَانَ بَيْنَ ذَلِكَ قَوَامًا
Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebih-lebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian. (Al-Furqan 67)

Inilah diantara hal-hal yang perlu kita hindarkan bersama, agar kita tidak kembali terjerumus dalam perbuatan maksiat dan dosa. Dan alangkah baiknya jika sesama muslim kita saling ingat mengingatkan, agar tercipta kehidupan yang diridhai oleh Allah SWT.

Penutup
Inilah sekelumit hal yang berkaitan dengan Iedul Fitri. Marilah kita mencoba mengamalkannya sesuai dengan tuntunan sunnah, dan menjauhi dari hal-hal yang dilarang oleh Allah SWT. Agar makna fitri tersebut benar-benar lekat dengan diri kita. Dan jangan sampai justru ketika Iedul Fitri, menjadi “ajang” kemaksiatan bagi kita, setelah sekian lama dibersihkan dengan amal ibadah di bulan Ramadhan. Sehingga peningkatan demi peningkatan akan terealisasikan dalam diri kita, dan kita benar-benar menjadi insan yang bertakwa. Semoga Allah SWT menerima seluruh amalan kita, dan Selamat Hari Raya Idul Fitri 1436 H/ 2015 :

جَعَلَنَا اللهُ وَإِيَّاكُمْ مِنَ الْعَائِدِيْنَ الْفَائِزِيْنَ، وَتَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ
Semoga Allah SWT menjadikan kita semua sebagai hamba-hamba-Nya yang kembali (kepada fitrah) dan sebagai hamba-hamba-Nya yang menang (melawan hawa nafsu). Dan semoga Allah SWT menerima seluruh amal ibadah kita semua.

Wallahu A’lam Bis Shawab


#abda